GridOto.com - Ini adalah beberapa foto Yamaha Mio saat pertama kali muncul di hadapan publik Indonesia pada tahun 2003 silam. Selang beberapa bulan sebelum meluncur resmi di awal 2004.
Foto yang pertama adalah penampakan Yamaha Mio ketika dipamerkan di Pekan Raya Jakarta, bulan Juni 2003.
Meski belum resmi diluncurkan, tapi sudah heboh dibicarakan penggemar sepeda motor saat itu.
Foto berikutnya adalah ketika soft launching di Fashion Cafe, Jumat 19 Desember 2003. Karena secara positioning ditujukan untuk perempuan, acaranya dikemas sebagai sebuah fashion show.
"Lebih kurang 40% perempuan enggak bisa pakai motor," kata Dyonisius Beti, Vice President Director PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) yang pada 2003 menjabat Marketing Director di ATPM Yamaha yang masih bernama PT Yamaha Kencana Motor Indonesia (YMKI).
"Ingin pakai motor tapi dianggap berbahaya. Padahal, perempuan pun butuh motor. Mio menjawab semua itu," sambungnya.
Dan terakhir, foto yang dimiliki redaksi adalah ketika Yamaha Mio berfoto dengan miss universe.
Salah satu program promosi untuk mendekatkan Yamaha Mio dengan target konsumennya saat itu, para wanita.
Meski bukan motor matik pertama di Indonesia, karena sebelumnya sudah ada Vespa Corsa (1991), Kymco (2001) dan Yamaha Nouvo (2002). Namun Mio jadi pionir skutik entry level.
Mempopulerkan continuously variable transmission (CVT) dan juga membawa tren diameter roda 14 inci.
Yamaha Mio generasi awal masih menggunakan velg jari-jari ring 14 inci dan behel pipa besi berfinishing kroom.
Warna legendaris generasi awal yang masih menarik hingga saat ini ada merah, biru dan kuning.
Karena untuk wanita, secara spesifikasi pun didesain pas dikendarai siapa pun. Mesin 4-tak dengan kapasitas 113,7 cc yang cukup ramah.
Tinggi dari jok ke permukaan tanah lebih rendah sekitar 10 mm dibanding motor bebek. Ukuran segini sesuai dengan rata-rata tinggi badan wanita Indonesia yang 150-160 cm.
Bobotnya pun ringan, beda hingga belasan kg jika dibandingkan dengan motor matic lain pada eranya.
Editor | : | Dimas Pradopo |
KOMENTAR