GridOto.com - Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) meminta, agar pemerintah membuat regulasi terkait knalpot yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Hal ini lantaran para produsen knalpot yang notabene Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), resah dengan razia yang digelar oleh kepolisian dan menganggap semua jenis knalpot selain dari pabrikan adalah bising alias brong.
Ketua Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI), Asep Hendro mengatakan bahwa, pihaknya berharap standardisasi knalpot bisa segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang.
"Jika SNI knalpot telah terbit, AKSI menyatakan siap memenuhinya dengan ambang batas kebisingan yang aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga produk knalpot lokal semakin berdaya saing," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima GridOto.com, Rabu (7/2/2024).
Baca Juga: Motor Mogok, Marc Marquez Distep Supra Fit Bapak di Tes MotoGP Sepang
Terkait hal itu, Asep Hendro beserta pewakilan anggota AKSI lainnya dan perwakilan anggota Ikatan Motor Indonesia (IMI) menemui Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) untuk melakukan audiensi dan mengeluhkan produk knalpot mereka yang kerap diasosiasikan dengan knalpot brong yang banyak dipermasalahkan belakangan ini.
Asep menjelaskan produk knalpot lokal atau aftermatket banyak dikesankan sebagai knalpot brong yang tidak standar dan menyebabkan polusi suara.
“Knalpot yang hanya memakai header tanpa silencer, itu yang disebut brong yang sering memekakan telinga,” ucap Asep.
Pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot brong tidak sesuai standar SNI dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 285 jo ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dengan denda maksimal Rp 250 ribu karena kebisingan suaranya dapat mengganggu konsentrasi pengendara lainnya sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Sayangnya, Asep menjelaskan razia yang digelar untuk menertibkan penggunaan knalpot brong belakangan ini justru berdampak kepada UMKM produsen knalpot.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR