GridOto.com - Seperti ini lah ilmu dasar dalam memilih pelek aftermarket yang keren dan berkualitas menurut ahlinya langsung.
Tidak sedikit orang yang keliru ketika pertama kali menjajal pelek aftermarket pada mobilnya.
Kerap kali proses memilih dimulai dari model, lalu merk, kemudian biaya yang dimiliki.
Padahal menurut Wibowo Santosa, owner Permaisuri Ban, tidak seharusnya seperti itu.
"Kebanyakan kita memilih mulai dari budget, merek, dan modelnya. Padahal yang paling penting adalah kebulatannya", buka Wibowo Santosa saat dijumpai di markasnya.
Baca Juga: Mitsubishi Xpander Juga Bisa Bergaya Samlong, Mulai Dari Ganti Pelek
Konteks bulat di sini adalah tingkat kepresisiannya yang tentunya juga menunjang performa mobil saat melaju.
"Bicara soal kebulatan, itu tergantung pada proses pembuatannya, ada yang cast (cetak) dan forging (tempa)," sebut pria yang akrab disapa Bowo ini.
Dua proses ini merupakan proses pembuatan pelek yang termudah (casting) dan tersulit (forging).
"Pelek casting memang umumya dibuat lebih simpel prosesnya dan biasanya lebih berat dari jenis pelek yang lain," timpal Bobby, Kepala Bengkel Project Wheels.
Bowo juga menjelaskan bahwa pada metode produksi pelek tertentu ada kekurangan juga.
Baca Juga: Tren Pelek 2024, Gaya Samlong Tetap Semarak Menuju Tahap Selanjutnya
"Namanya proses cetak kan terkadang hasilnya tidak bulat sempurna, makanya banyak yang mencari pilihan lain dari bahan hingga teknik pembuatan," ucapnya menukas.
Harus diakui keunggulan pelek casting adalah harganya yang terbilang murah.
Sebaliknya, pelek forging memang memiliki banyak keunggulan dari segi produk final, tapi sayangnya pelek jenis ini punya harga yang terbilang sangat tinggi.
"Nah karena harga yang mahal itu maka dicari jalan tengah oleh produsen-produsen pelek, yaitu flow forming." kata Bowo.
Proses flow forming merupakan proses cetak namun sedikit di pres bagian bibir pelek dengan menggunakan roller.
"Kenapa akhirnya butuh kebulatan yang sempurna? Ya agar balancing-nya itu benar jadi laju mobil seimbang." ucap Bowo menandaskan.
Editor | : | Dwi Wahyu R. |
KOMENTAR