GridOto.com - Ramai wacana bikin SIM alias Surat Izin Mengemudi yang mewajibkan pemohon memiliki sertifikat kompetensi dari sekolah mengemudi yang terakreditasi.
Hal ini berdasarkan Peraturan Kepolisan No. 2 Tahun 2023 terkait penerbitan dan penandaan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Lampiran bukti sertifikasi kompetensi berkendara untuk pembuatan SIM baru ini banyak menimbulkan pro dan kontra.
Tidak sedikit masyarakat yang menilai bahwa kebijakan tersebut hanya ingin mempersulit proses pembuatan SIM baru.
Akibatnya kalimat sindiran ini pun kembali ramai didengungkan, kalo ada yang susah kenapa harus dibikin mudah....hehehe
Sejak diberlakukannya Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 memang telah ditetapkan bahwa bagi pemohon SIM baru dan / atau peningkatan golongan wajib menyerahkan tanda bukti sertifikat lulus pendidikan dan pelatihan mengemudi.
Tapi hanya khusus untuk pemohon SIM umum, sedangkan SIM perorangan tidak.
Ketentuan ini, tetap ada dalam Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi. Hanya berlaku masih pada pemohon SIM umum.
Namun dalam Peraturan Kepolisian Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi diperluas sasarannya bukan hanya bagi pemohon SIM Umum, tetapi juga pemohon SIM Perseorangan.
Di Peraturan Kepolisian No. 2 Tahun 2023 terkait penerbitan dan penandaan Surat Izin Mengemudi (SIM) pada pasal 9 disebutkan :
Persyaratan administrasi untuk penerbitan SIM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dilakukan dengan ketentuan:
a. Untuk penerbitan SIM Ranmor Perseorangan dan SIM Ranmor Umum, meliputi:
1. Mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran SIM secara manual atau menunjukkan tanda bukti pendaftaran secara elektronik;
2. Melampirkan fotokopi dan memperlihatkan identitas diri Kartu Tanda Penduduk Elektronik bagi warga negara Indonesia atau dokumen keimigrasian bagi warga negara asing;
3. Melampirkan fotokopi sertifikat pendidikan dan pelatihan mengemudi dengan memperlihatkan yang aslinya;
3a. Melampirkan surat hasil verifikasi kompetensi mengemudi yang diterbitkan oleh sekolah mengemudi yang terakreditasi, bagi pemohon SIM perorangan yang tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan mengemudi atau belajar sendiri;
4. Melampirkan fotokopi surat izin kerja asli dari kementerian yang membidangi ketenagakerjaan bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia;
5. Melaksanakan perekaman biometri berupa sidik jari dan/atau pengenalan wajah maupun retina mata;
5a melampirkan tanda bukti kepesertaan aktif dalam program jaminan kesehatan nasional; dan
6. Menyerahkan bukti pembayaran penerimaan bukan pajak
Pada ayat 3a disebutkan pemohon perorangan wajib melampirkan bukti surat hasil verifikasi kompetensi mengemudi yang diterbitkan oleh sekolah mengemudi yang terakreditasi.
Artinya pemohon wajib mendapatan verifikasi kompetensi sebelum melakukan pengajuan pembuatan SIM.
Sebenarnya sih kalau menurut saya pribadi, persyaratan ini sah-sah saja. Tujuannya tentu baik, untuk lebih menyeleksi pemohon SIM.
Sehingga didapat pemegang SIM yang memiliki kemampuan mengemudi dan memahami rambu yang kompeten.
Selain itu diharapkan bisa mengurangi tingkat kecelakaan yang sering terjadi di jalan raya.
Nah masalahnya, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Aturan ini diundangkan di Jakarta pada 17 Februari 2023.
Sehingga ramai diperbincangkan di berbagai media sosial dan membuat panik untuk orang-orang yang ingin mengajukan pembuatan SIM Perorangan.
Dianggap hanya mempersulit dan ujung-ujungnya duit lagi. Malah dianggap bisa jadi bahan terjadinya pungli untuk memperlancar proses mendapatkan SIM.
Terlepas dari itu semua, masalah utamanya adalah ketersediaan dan kesiapan lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi yang bisa memberikan sertifikat kompetensi kepada pemohon SIM di seluruh Indonesia.
Berapa banyak lembaga tersebut dan sebarannya di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Ketua Perkumpulan Sekolah Mengemudi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSMKBI) DPD DKI Jakarta, Kasmun, saat ini sudah ada tiga lembaga sekolah mengemudi yang bisa mengeluarkan sertifikat.
"Data Dinas Perhubungan, total sekolah mengemudi yang ada di Jakarta jumlahnya sekitar 30," terang Kasmun.
"Kemudian dari 30 sekolah mengemudi tersebut, baru 20 yang bergabung dengan PSMKBI DKI Jakarta," sambungnya saat diwawancara GridOto.com.
Di Jakarta saja baru ada 3 lembaga yang terakreditasi, bagaimana dengan daerah lain? Kita anggap saja di setiap propinsi ada 1 lembaga yang terkareditasi, apakah itu cukup?
Menurut Brigjen Yusri Yunus, Dirregident Korlantas Polri, lembaga tersebut harus terakreditasi pada Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kedua lembaga ini yang berperan memberikan akreditasi, jika sudah memiliki kedua akreditasi ini, maka lembaga boleh mengeluarkan sertifikasi,” ungkap Brigjen Yusri.
Untuk menyeleksi lembaga pendidikan dan pelatihan itu sendiri butuh waktu untuk menyeleksi dan menetapkannya. Tidak mungkin hanya butuh waktu sebulan atau dua bulan, bisa tahunan.
Jadi tidak semudah membalik telapak tangan untuk menerapkan peraturan baru tersebut.
Selain itu, sejak sebuah peraturan itu diundangkan, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat. Tidak serta merta langsung diterapkan, biasanya dilakukan bertahap.
Pertama menyiapkan peranti pendukung, seperti lembaga-lembaga yang terkareditasi di seluruh Indonesia.
Menurut Berry Herlambang, Ketua Asosiasi Pelatihan Mengemudi Indonesia, ada 8 kriteria Lembaga Kursus dan Pelatihan yang terakreditasi.
Akreditasi terkait penguji, kurikulum, sarana dan prasarana, biaya, evaluasi dan lainnya.
Untuk program nasional tentu harus diseragamkan standarnya agar sama.
“Setelah semua syarat dipenuhi, baru kemudian LKP ini bisa melakukan uji kompetensi kepada masyarakat,” ungkap Berry saat diwawancara GridOto.com.
Disertai dengan sosialisasi kepada masyarakat dengan menentukan waktu berlakunya saat sarana pendukungnya sudah siap.
"Harus ada sosialisasi dulu ke masyarakat sebelum diterapkan," ucap Yusri Yunus menambahkan.
Biasanya waktu sosialisasi sekitar 6 bulan sampai 1 tahun sejak peraturan itu diundangkan. Tergantung kondisi di lapangan, bahkan bisa maju atau mundur, tergantung kebutuhan.
Jadi sepertinya peraturan baru ini akan belum diterapkan, mengingat sarana pendukungnya saja belum tersedia sesuai kebutuhan.
Akan makan waktu lama, itu juga kalau prosesnya dilakukan dengan baik dan benar.
Editor | : | Pilot |
KOMENTAR