GridOto.com - Mekanik ini ungkap bahaya pakai kampas rem palsu di motor.
Buat yang ingin ganti kampas rem motor harus hati-hati, soalnya banyak beredar kampas rem palsu.
Dari tamplian, kampas rem palsu terlihat seperti asli atau original karena dikemas seperti kampas rem bawaan motor.
"Namun, kita enggak tahu apakah bahan kampas rem palsu ini masih pakai asbes atau tidak," ucap Bambang Hermanto, Owner sekaligus Mekanik Prakasha Motor, bengkel spesialis Motor Honda kepada GridOto pada Rabu (31/08).
Baca Juga: Ternyata Mobil Listrik Hyundai IONIQ 5 Bisa Ngerem Lewat Paddle-Shifter, Kok Bisa?
Menurut Bambang, kampas rem yang masih pakai asbes berbahaya untuk kesehatan manusia.
"Kalau debunya sampai terhirup bisa berbahaya untuk paru-paru," wanti Bambang.
Untuk sekadar informasi, saat ini pabrikan sudah pakai rem non-asbestos atau kampas rem bebas asbes.
kampas rem yang sebelumnya terbuat dari asbes diganti dengan campuran dari beberapa bahan seperti steel fiber, selulosa, rock wool, grafit dan kevlar.
Baca Juga: Banyak Dijual di Pasaran, Apa Sih Kelebihan Kampas Rem Sintered?
Selain berbahaya untuk paru-paru, kampas rem palsu ternyata mempengaruhi kemampuan pengereman motor.
"Kampas rem palsu ini sering bikin rem motor jadi kurang pakem," ungkap Bambang.
"Dibandingkan dengan kampas rem original, kampas rem palsu juga cepat habis," tambahnya.
Oya, ciri mudah untuk mengetahui kampas rem palsu dengan kampas rem original bisa dilihat dari harganya.
Baca Juga: Kampas Rem Tromol Masih Tebal Tapi Bunyi dan Tidak Pakem, Ini Penyebabnya
"Kampas rem palsu itu biasanya dijual jauh lebih murah dari kampas rem original, namun kemasannya seperti kampas rek original," ungkap Bambang.
"Harganya bisa hanya sepertiga dari harga kampas rem original," tutupnya saat ditemui di Jalan Raya Krukut No.19D, Gandul, Cinere, Depok.
Nah, itu tadi bahaya pemakaian kampas rem motor palsu.
Meski dijual dengan harga yang jauh lebih murah, sebaiknya hindari penggunaan kampas rem palsu di motor kalian karena nyawa yang jadi taruhannya.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR