GridOto.com - Hari Raya Idul Fitri menandakan masuknya musim mudik bagi warga Indonesia dan Jakarta pada khususnya.
Perjalanan jauh pun rela mereka tempuh untuk bertemu keluarga serta kerabat di kampung halaman.
Berbagai cara pemudik lakukan untuk mencapai tujuan mereka, mulai dari kendaraan pribadi hingga menggunakan moda transportasi umum.
Besarnya gelombang pemudik itu tak pelak memadati ruas-ruas jalan, hingga ke jalur bebas hambatan.
Hal itu membuat mereka harus mengantri saat melintas di tol.
Antrian yang terjadi di ruas tol itu berpotensi memberikan berbagai risiko hingga yang terparah menyebabkan kematian.
Hal tersebut pernah terjadi di jalan tol Brebes (Brexit) pada 2016 sebanyak 17 orang meninggal bukan disebabkan kecelakaan, namun didiagnosis keracunan karbon monoksida.
"Pencemaran udara masih mengancam Indonesia, khususnya kota-kota besar yang sarat dengan industri dan kendaraan bermotor," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad 'Puput' Safrudin.
Tak terkecuali kawasan yang menjadi jalur mudik lebaran yang selama ini dikenal dengan tingkat kemacetannya yang sangat luar biasa seperti Jalan Pantura Jawa maupun Jalur Selatan Jawa via Nagrek, juga amat sangat berisiko tinggi akan pencemaran udara.
"tidak saja mengancam para pemudik, tetapi justru bagi para pemukim di sekitar jalur mudik tersebut," bilang Puput.
Baca Juga: Awal Arus Balik Mudik Lebaran 2022, Ribuan Kendaraan Sudah Padati Perbatasan Solo-Yogyakarta
Puput menyebut, apalagi mudik kali ini adalah luapan akumulsi 2 kali lebaran tidak mudik karena pandemi COVID-19.
"Sumber pencemaran udara adalah terutama pembakaran bahan bakar fosil untuk mendapatkan energi untuk industri dan transportasi," tuturnya.
Menurut Puput, ada beberapa bahan beracun yang terkandung di dalam polutan emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain.
Particulate Matter (PM), Sulfur Dioxide (SO2), Nitrogen Dioxide (NO2), Carbon Monoxide (CO), Ozone (O3), Hydro Carbon (HC), dll.
Umumnya zat-zat polutan udara ini langsung mempengaruhi sistem pernafasan, pembuluh darah, sistem saraf, hati dan ginjal dengan gejala pusing-pusing, mual dengan penyakit/sakit ISPA, astma.
Tak hanya itu, tekanan darah tinggi, hingga pada penyakit dalam seperti gangguan fungsi ginjal, kerusakan pada sistem syaraf, penurunan kemampuan intelektual (IQ) anak-anak, kebrutalan pada remaja, keguguran, impotensi, jantung coroner (coronary artery dieses), kanker dan kematian dini.
"Tentunya kita tidak berharap bahwa tragedi invisible killer yang membunuh para pemudik tersebut terulang kembali di tahun ini. Invisible killer membunuh (terutama CO) tanpa terlihat, tidak berbau dan membuai si calon korban dengan rasa kantuk yang kemudian tertidur dan tidak pernah bangun kembali," ucapnya.
"Tentunya kita tidak berharap bahwa tragedi invisible killer yang membunuh para pemudik tersebut terulang kembali di tahun ini. Invisible killer membunuh (terutama CO) tanpa terlihat, tidak berbau dan membuai si calon korban dengan rasa kantuk yang kemudian tertidur dan tidak pernah bangun kembali," ucapnya.
"Keadaan CO dan parameter pencemar lainnya menjadi invisible killer tentu perlu bebarapa kondisi yaitu tingkat, jenis, konsentrasi, ukuran dan komposisi kimiawi berbagai parameter pencemaran udara tersebut," paparnya.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR