GridOto.com - Pensiun dari dunia balap motor Tanah Air pada 2017 silam tidak serta merta membuat kehidupan figur Hendriansyah menjadi lebih santai.
Hendriansyah yang dikenal sebagai figur ‘Dewa’ Road Race motor di Indonesia tersebut malah mengaku bahwa kini, ia nyaris tidak punya waktu luang sama sekali.
“Sekarang jadi sibuk ngurus usaha, ada kursus mekanik, pengembangan part racing, sama speed shop juga,” ujar Hendriansyah kepada GridOto.com, Senin (11/10/2021).
“Tapi demi anak biar bisa balap, jadi dibawa enak aja sibuk-sibuk ini,” kekeh figur yang juga akrab disapa Hendri itu.
Yup, menemani dan membimbing sang anak yaitu Nelson Cairoli Ardheniansyah turut menjadi kesibukan Hendri selepas pensiun.
Bahkan, hal tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan pria kelahiran Yogyakarta, 20 Agustus 1981 tersebut sebelum pensiun.
Pasalnya, Hendri beranggapan bahwa untuk mencetak pembalap sukses, mereka harus dididik sejak belia.
Setelah sempat dititipkan ke sekolah balap milik mantan pembalap motor M Fadli yaitu 43 Racing School, Hendri pun mulai mendidik Nelson secara pribadi.
Baca Juga: Figur - Dwi Parileksono Purwanggoro, Industri Otomotif Jadi Barometer Ekonomi Negara
Segala teknik balap road race ia turunkan kepada Nelson secara bertahap sejak anaknya masih berumur 6 tahun.
“Pokoknya semua teknik balap yang ‘betul’ untuk sirkuit taraf internasional coba saya ajarkan, supaya nanti dia bisa luwes balapan pakai segala jenis motor,” ujarnya.
Tapi bukan hanya Nelson, kebanyakan pembalap di Tanah Air kini juga mulai ‘belajar balap’ di usia yang semakin muda.
Hendri mengatakan, tren tersebut adalah efek dari perkembangan zaman di mana balap khususnya balap motor kini tidak lagi menjadi menjadi hal yang negatif di mata orang tua.
“Dulu waktu awal-awal balap itu saya harus curi-curi dengan orang tua untuk naik motor, tapi sekarang orang tua itu kebanyakan mendukung kalau anaknya ingin jadi pembalap,” ujarnya.
Selain dukungan orang tua, Hendri mengatakan ada faktor-faktor pendukung lainnya yang ‘memudahkan’ untuk mendidik para pembalap sejak belia.
Mulai dari semakin populernya motor balap yang didesain khusus untuk anak seperti MiniGP, part racing yang semakin banyak dengan teknologi yang lebih bagus, serta peranti safety yang semakin canggih juga.
“Zaman sekarang untuk mulai belajar balap juga menjadi semakin mudah karena sudah banyak sekolah balap, bahkan bisa digital seperti lewat YouTube,” ujar Hendri.
“Kalau dulu lebih otodidak, saya kalau mau belajar teknik balap ya paling banter belajar dari teman atau melihat gaya balap lawan saya,” kenangnya.
Ia menilai, segala hal tersebut membuat para pembalap Indonesia tidak hanya bisa memulai karier lebih awal.
Namun juga memiliki skill yang jauh lebih matang dibandingkan ketika saat ia dan para pembalap seangkatannya merintis karier.
Hanya saja, perkembangan zaman yang membuat umur pembalap jadi semakin muda juga membawa kesulitan-kesulitan tersendiri.
“Terutama dari segi biaya, karena kebutuhan untuk balapan anak itu semakin banyak dan harga-harganya juga cenderung lebih tinggi,” tukas Hendri.
Selain itu, pembagian kelas-kelas balapan juga harus memikirkan jarak umur para peserta yang semakin lebar akibat pembalap-pembalap belia tadi.
“Di Indonesia sudah cukup bagus karena jarak umur di kelas-kelas kejurnas itu tidak terlalu jauh, karena kalau umur dan pengalamannya terlalu jauh pasti kompetisinya timpang,” ujarnya.
Meskipun begitu, Hendri menganggap masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk membuat pembibitan pembalap muda di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
“Harus makin banyak event di kelas anak-anak untuk membangun jam terbang mereka, karena cara terampuh untuk mengasah skill pembalap itu ya kompetisi,” katanya.
“Karena untuk anak-anak itu hal terpenting bukan masalah menang atau kalah, tapi belajar berkompetisi,” tutup Hendri.
View this post on Instagram
Editor | : | Eka Budhiansyah |
KOMENTAR