GridOto.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyatakan, angka kecelakaan lalu lintas terbanyak dialami oleh kalangan pelajar di usia 20 sampai 24 tahun.
Sementara pada peringkat kedua, data MTI menunjukan bahwa kecelakaan lalu lintas dialami oleh usia 15 sampai 19 tahun.
Selain itu berdasarkan catatan Kementerian Perhubungan sejak 2016-2020, pelajar juga jadi korban kecelakaan lalu lintas paling banyak di Indonesia yang didominasi oleh jenis kendaraan roda dua (motor) sebanyak 74,54 persen.
Melihat persentase kecelakaan lalu lintas dari kaum muda ini, Djoko Setijowarno selaku Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI menyebut, pemerintah musti fokus memperhatikan masalah di kelompok usia produktif ini.
"Pemda (Pemerintah Daerah) harus peduli keselamatan. Program keselamatan tidak hanya dilakukan pemerintah pusat, namun pemda juga wajib menganggarkan," ujarnya dalam keterangan resmi MTI beberapa waktu lalu.
Menurut Djoko, sekarang ini Dinas Perhubungan (Dishub) di kabupaten atau kota masih berkonsentrasi dalam menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat aktivitas parkir, KIR dan terminal.
"Padahal sesungguhnya, Dishub itu fokus pada program keselamatan dan pelayanan seperti keselamatan transportasi untuk semua usia di semua sektor," ungkapnya.
"Kemudian memberikan pelayanan di bidang penyediaan transportasi umum, jalur sepeda dan fasilitas bagi pejalan kaki yang humanis," sambung Djoko.
Baca Juga: Ngeri! Kecelakaan Lalin Terbanyak Masih Menimpa Usia SMP-SMA, Ini Kata Pengamat
Baca Juga: Kejar-kejaran di Tol Tangerang-Merak, Daihatsu Ayla dan Daihatsu Gran Max Berakhir Tersungkur
Ia menilai, belum banyak Pemda yang memprogramkan keselamatan berlalu lintas.
"Padahal program keselamatan tidak hanya kampanye keselamatan saja tapi bisa juga memberi subsidi angkutan umum, sehingga tarifnya murah dan akan banyak pelajar menggunakan angkutan umum," kata Djoko.
Artinya, dengan program keselamatan berlalu lintas akan mendorong pelajar menggunakan angkutan umum dan meninggalkan sepeda motor ke sekolah.
Menurut pengamat transportasi tersebut, hal ini diperparah dengan kondisi angkutan umum di pedesaan yang mulai punah atau jika masih beroperasi tidak lebih dari 10 persen.
"Ini menandakan kurang pedulinya kepala daerah pada layanan angkutan umum di daerahnya. Dampaknya, sekarang ini kebanyakan pelajar menggunakan sepeda motor atau angkutan barang bak terbuka untuk berangkat dan pulang sekolah," sebut Djoko.
Karena itu ia menambahkan, Kepala daerah harus fokus membenahi angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan.
"Tujuannya yaitu demi menurunkan angka kecelakaan lalu lintas di kalangan milenial. Selain angkutan umum, fasilitas bagi pesepeda dan pejalan kaki yang berkeselamatan juga harus dibangun atau dibenahi," tutup Djoko.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
KOMENTAR