GridOto.com - Buat kamu yang suka jalan-jalan keluar kota atau touring mungkin suka mengalami nih perjalanan pulang rasanya lebih cepat dari pas berangkat.
Enggak cuma sugesti saja, fenomena perjalanan pulang lebih cepat dari berangkat ternyata penjelasan ilmiahnya yang dinamakan return trip effect.
Fenomena psikologi ini memang seringkali diteliti, contohnya yang dilakukan oleh tiga orang psikolog yaitu Niels van de Ven, Leon van Rijswik, dan Michael M. Roy pada tahun 2011.
Dalam jurnal mereka terbitkan di Springer Psychonomic Bulletin and Review, mereka mencoba tiga studi kasus dan menemukan bahwa perjalanan pulang bisa terasa sampai 22 persen lebih cepat dari berangkat.
Yang lucu, studi kasus soal return trip effect ini didasari pengalaman ketiga peneliti ini yang seringkali mengalami perjalanan pulang terasa lebih cepat ketimbang berangkat, padahal naik kendaraan yang sama.
Dilihat dari sisi psikologi, premis dari return trip effect muncul karena otak sudah merasa familiar dengan rute yang dilewati sehingga tidak perlu terlalu fokus menghafal jalan.
Analisa Van de Ven, Van Rijswik, dan M. Roy berdasarkan dari teori psikolog lain, Marilyn Gail Boltz, yang menjelaskan bahwa kegiatan yang sulit diprediksi akan terasa lebih lama ketimbang yang bisa diprediksi.
Saat sedang fokus, otak kita akan memberikan pemahaman bahwa waktu berjalan lebih lambat.
Sedangkan di saat perjalanan pulang dengan rute yang sama, otak kita sudah lebih mengenali rute yang dilalui.
Karena kita sudah cukup menghapal rute perjalanan saat berangkat, hal ini membuat otak kita tidak perlu lagi fokus menghapal disaat perjalanan pulang.
Kemudian ada pendapat lain, saat berangkat ke suatu tempat, kita biasa memperkirakan kapan kita akan sampai di tempat tujuan.
Namun, ternyata perkiraan kita itu bisa salah dan sampai tidak pada waktu yang kita rencanakan.
Salah satu penyebab gagalnya perkiraan waktu perjalanan yaitu kita terjebak kemacetan di jalan.
Hal ini membuat kita terus melihat jam untuk mengecek apakah kira-kira kita bisa sampai pada tujuan tepat waktu.
Sehingga menyebabkan kita merasa perjalanan ditempuh terasa lebih panjang. Sedangkan saat pulang, kita merasa perjalanan lebih cepat padahal lewat rute yang sama.
Hal ini karena kita tidak lagi memperkirakan kapan kita akan sampai di rumah.
Dari penelitian van de Ven dkk, ternyata hal psikologis ini yang menjadi faktor utama terjadinya return trip effect.
Ekspektasi ini juga bisa dipakai buat memanipulasi orang lain agar bisa merasakan return trip effect.
Contohnya dengan memberi tahu orang lain (memberi ekspektasi) bahwa dari Jakarta ke Bandung akan tembus 4 jam karena macet.
Jika pada kenyataannya perjalanan itu enggak macet dan hanya menempuh waktu 3 jam, nantinya pada saat pulang dan menempuh waktu sama-sama 3 jam tetap akan terasa lebih cepat karena return trip effect.
Tapinya semakin sering kamu melewati rute yang sama, return trip effect ini justru akan semakin berkurang.
Contoh saja kalau kamu baru sekali dua kali touring dari Jakarta ke Bandung, perjalanan pulang akan terasa cepat.
Tapi kalau kamu bisa sebulan atau malah seminggu sekali bolak-balik dari Jakarta ke Bandung, mungkin saat berangkat dan pulang bakal terasa sama saja waktunya.
Ingat lagi, return trip effect terjadi karena saat berangkat, otak akan memikirkan rute yang tidak terprediksi sehingga membuat kamu banyak berekspektasi.
Tapi kalau kamu sudah sering lewat rute itu, otak sudah bisa memprediksi waktu tempuh saat berangkat dan pulang sehingga ya terasa sama saja karena enggak ada ekspektasi yang aneh-aneh.
Kira-kira begitu penjelasan sederhana soal return trip effect, enggak cuma sugesti aja nih ternyata.
Tapi kalau kamu mau membaca 'penjelasan tidak sederhana' soal return trip effect ini, ya bisa intip deh hasil penelitiannya dengan klik tautan ini.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | NCBI |
KOMENTAR