GridOto.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menggodok revisi tarif parkir Rp 60 ribu per jam atau tertinggi untuk koridor KPP (Kawasan Pengendalian Parkir) Golongan A dan Golongan B.
Usulan kenaikan dalam revisi tarif parkir yang disiapkan Unit Pengelola (UP) Perparkiran DKI Jakarta itu pun tidak tanggung-tanggung.
Yaitu Rp 60 ribu per jam untuk kendaraan roda empat dan Rp 40 ribu per jam untuk kendaraan roda dua.
Usulan tersebut Rp 60 ribu per jam itu menuai berbagai tanggapan, termasuk dari Rio Octavian selaku Ketua Indonesia Parking Association (IPA).
Baca Juga: Jakarta Bakal Menerapkan Tarif Parkir Rp 60 ribu Per Jam, Kapan Berlakunya?
Rio sendiri mengaku IPA tidak keberatan dengan usulan kenaikan tarif tersebut, yang merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi penggunaan transportasi pribadi.
“Dari asosiasi kami pastinya mendukung pemerintah, makanya untuk kenaikan tarif tadi kami tidak punya masalah,” ujarnya kepada GridOto.com pada Minggu, (20/6/) sore tadi melalui sambungan telepon.
Hanya saja, ia mengatakan kenaikan tarif tersebut dapat mempengaruhi pelayanan yang bisa diberikan pengusaha parkir kepada para pengguna jasa mereka.
Pasalnya kenaikan tarif parkir jadi Rp 60 ribu per jam tersebut tidak otomatis membuat pemasukan mereka bertambah, malah bisa jadi sebaliknya.
Baca Juga: Jakarta Bakal Terapkan Tarif Parkir Tinggi hingga Rp 60 Ribu, YLKI: Dukung Ide yang Berani!
“Meskipun jumlah pendapatan per kendaraannya akan bertambah, tapi jumlah atau minat pengguna parkir-nya pasti berkurang karena memang itu tujuan kebijakan ini,” terang Rio.
Belum lagi, mereka tetap harus mengeluarkan berbagai biaya tambahan sebelum bisa mendapatkan laba bersih.
Seperti pajak yang Rio sebut baru saja dalam proses dinaikkan oleh Pemprov DKI dari 20 menjadi 30 persen, biaya SDM, amortisasi, serta biaya operasional.
Belum lagi, Rio mengatakan bahwa sistem bagi hasil antara pengusaha parkir dengan pemilik lahan parkir tidak bisa dibilang menguntungkan mereka.
Baca Juga: WNA Syok Harus Bayar Parkir Rp 9,6 Juta di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali
“Contohnya dari laba bersih yang diperoleh dari bisnis parkir di daerah pusat bisnis yang besar, paling kami (penyedia jasa) hanya menerima 1 hingga 5 persen dari jumlah laba bersih tersebut,” ungkap Rio.
Dengan sistem pembagian hasil yang demikian dan laba yang berpotensi mengalami penurunan setelah penerapan revisi tarif parkir tertinggi, Rio mengatakan hanya pengusaha parkir dengan kapital atau modal besar saja yang nantinya bisa bertahan.
“Akhirnya akan kuat-kuatan modal dan UMKM yang kapitalnya tidak terlalu besar yang akan dikorbankan,” ujar Rio.
“Lantas apa pengaruhnya ke pengguna jasa atau masyarakat? Ya pelayanannya. Ketika (pemasukan dari) bagi hasil tadi jadi semakin kecil, maka pelayanan yang diberikan lama-kelamaan bisa ikut menurun juga,” pungkasnya.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR