GridOto.com - Melintasi perlintasan sebidang alias perlintasan kereta api memang enggak sulit, tapi kalau basah karena hujan jelas lain cerita.
Apalagi kalau perlintasan sebidangnya menyerong, seperti contohnya di dekat rumah penulis di kawasan Cimindi, Bandung.
Sudah enggak terhitung berapa motor yang nyungsep di perlintasan Cimindi ini, sampai ada pepatah yang bilang 'belum jadi orang Cimahi kalau belum merasa 'kepleset' di rel Cimindi'.
Tapi buat melintasi perlintasan sebidang yang menyerong, ternyata ada triknya yang bisa diterapkan biar enggak sampai kepeleset.
Baca Juga: Street Manners: Tips Aman Saat Melewati Perlintasan Kereta Api
Yang pertama tentu turunkan kecepatan. Jangan beranggapan dengan melintasi rel dengan kecepatan tinggi justru lebih aman.
Kecepatan tinggi justru akan lebih berbahaya terutama saat rel kereta api basah karena hujan, sebab jika ban kehilangan traksi jelas motor akan jadi sulit dikendalikan.
Amannya, kecepatan maksimal saat melintasi rel di angka sekitar 20 Km/jam, jadi kalau kepeleset kaki masih bisa turun dengan aman agar mencegah motor terjatuh.
Kemudian yang paling penting buat melintasi rel yang menyerong adalah dengan memposisikan motor seperti gambar di bawah ini
Terkadang kondisi aspal di sekitar perlintasan kereta api sedikit terkelupas akhirnya permukaan rel menjadi lebih tinggi sehingga sulit dilalui.
Solusinya bisa melintasi rel tersebut dengan menyerong sehingga motor tidak terjungkal.
Bisa juga coba berikan bobot tambahan (tekanan) di roda depan dengan memposisikan badan sedikit maju.
Ini mirip dengan teknik enduro motocross untuk melalui rintangan batu atau akar, bedanya enggak perlu berdiri.
Saat roda belakang yang melintasi rel, pindahkan bobot ke belakang sehingga ban belakang mendapatkan traksi.
Makanya biasanya motor yang berboncengan enggak selip roda belakangnya saat melewati rel.
Sekarang enggak perlu takut lagi deh melintasi perlintasan sebidang yang relnya miring, yang penting hati-hati, jaga kecepatan, dan pastinya konsentrasinya ya!
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
KOMENTAR