Gridoto.com - Badai Covid-19 seperti masih belum berakhir, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang sempat dilonggarkan di DKI Jakarta, akhirnya kembali diperketat.
Efeknya kegiatan ekonomi ikut kembali tertahan, termasuk di dalamnya industri otomotif.
Padahal baru saja penjualan mobil dan motor mengalami kenaikan sejak turun tajam di bulan April dan Mei.
Memang setelah Presiden mengumumkan adanya wabah Covid-19 di Indonesia, Maret lalu, banyak calon konsumen yang menunda pembelian kendaraan.
Penjualan pun ambruk, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), selama April penjualan mobil nasional hanya mencapai 24.276 unit (retail).
Terjadi penurunan sebesar 59,8 persen jika dibandingkan dengan Maret 2020 yang berhasil mengumpulkan angka penjualan retail sebanyak 60.447 unit.
Bahkan pada bulan Mei hanya terjual 17.083 unit. Terjadi penurunan sebesar 29,6 persen jika dibandingkan dengan April (24.276 unit).
Angin segar berhembus di bulan Juni, penjualan naik 74,8% dibanding bulan sebelumnya jadi 29.862 unit.
Meski naik, capaian Juni 2020 masih lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 65.972 unit.
Kenaikan masih berlanjut. Juli 2020 penjualan mobil mencapai 35.799 unit. Meningkat 16,5 persen dibanding bulan Juni yang hanya 29.859 unit.
Total penjualan ritel Januari-Juli sebesar 326.393 unit.
Tren positif kembali terjadi pada bulan Agustus, penjualan mobil ritel mencapai 37.655 unit. Angka ini meningkat 29,3 persen dibanding bulan sebelumnya 35.799 unit.
Sehingga total penjualan ritel Januari - Agustus 2020 mencapai angka 364.034 unit.
Namun pencapaian tersebut masih lebih rendah 46,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 679.263 unit.
Peningkatan ini bisa jadi berkat stimulus yang diberikan pemerintah dengan meringankan beban pajak
Nah pertengahan September lalu Pemda DKI Jakarta kembali melaksanakan PSBB jilid 2 akibat korban virus Corona yang terus meningkat.
Meski belum terlihat angkanya, banyak yang bilang industri otomotif kembali berkontraksi. Penjualan mobil bisa kembali tertahan.
Untuk menstimulus industri otomotif pemerintah memberikan insentif/relaksasi PPh Pasal 21, 22, 25 selama enam bulan.
Insentif/restitusi PPN dipercepat selama enam bulan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 23/2020 dan juga memberikan pengurangan bea masuk impor.
Selain itu juga ada relaksasi kredit buat industri otomotif.
Meski penjualan bergerak naik, namun sepertinya hal ini masih dianggap kurang memancing minat konsumen untuk membeli mobil.
Angka penjualan ritel Januari - Agustus 2020 yang mencapai 364.034 unit diaggap masih rendah.
Turun 46,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 679.263 unit.
Akhirnya sekitar pertengahan September Kementrian Perindustrian mengajukan usulan penghapusan pajak mobil baru hingga Desember 2020 kepada Kementrian Keuangan.
Tujuannya tentu untuk menggairahkan pasar otomotif yang lagi lesu saat ini akibat krisis corona.
Sehingga jika penjualan meningkat, pabrikan kembali berjalan dan bisa menggerakan roda industri otomotif.
Padahal saat inikan banyak kemudahan lainnya yang diberikan pabrikan mobil buat memancing pembeli mobil baru.
Seperti diskon besar, hadiah menarik, paket cicilan menarik, servis gratis dan lainnya. Tetap masih kurang nendang sepertinnya.
Wacana pajak nol persen pun bergulir seperti bola salju, semakin ramai diperbincangkan.
Mungkin dengan harapan semakin ramai beritanya semakin cepat diberi jawaban oleh menteri Keuangan. Mungkin lho ya.... Kenyataannya sampai artikel ini saya tulis masih belum ada kepastian.
Banyak muncul spekulasi harga mobil baru akan lebih murah hingga 40%, bahkan lebih. Memang menyenangkan sih mendengarnya....hehe..
Namun sekarang malah muncul masalah baru. Bukan tentang bagaimana cara menghitungnya sehingga dapat potongan harga, bukan pula tentang pajak apa saja yang akan dihilangkan.
Tetapi konsumen jadi menahan untuk membeli mobil baru. Justru jadi bumerang buat industri otomotif Tanah Air dan pendukungnya. Niatnya menggairahkan malah bikin sepi.
Munculnya wacana pajak nol persen buat mobil baru membuat calon pembeli malah menahan keinginannya untuk membeli.
Lantaran tergiur wacana potongan harga yang lumayan besar jika penerapan pajak mobil baru nol persen diterapkan.
Tidak hanya pembeli mobil baru, bahkan pembeli mobil bekas juga ikut latah menahan keinginannya untuk membeli.
Kenapa bisa begitu? Karena mereka berharap dengan jumlah uang yang sama untuk membeli mobil bekas, bisa digunakan untuk membeli mobil baru.
Efeknya merembet ke produk aftermarket yang jadi kena imbasnya. Akibat penjualan mobil baru dan bekas menurun, penjualan aksesori otomatis ikut lesu.
Mereka pun berharap usulan ini segera diputuskan, apapun hasilnya. Sehingga masyarakat tidak menunggu lagi dan belanja seperti semula.
Tetapi buat calon konsumen, kalau memang mau niat beli mobil, beli saja sekarang, enggak usah menunggu kebijakan pajak nol persen.
Enggak mungkin juga sih pemerintah akan menerapkan benar-benar nol persen. Kalau pun jadi diterapkan kemungkinan tidak semua pajak dihapus, karena pemerintah saat ini masih butuh dana juga buat pemasukan.
Jika beli mobil baru sekarang, diskonnya malah besar-besar lho. Mungkin sama besarnya dengan saat insentif pemerintah jika jadi diterapkan.
Dealer enggak mau menyimpan mobil terlalu lama, karena itu beban biaya juga buat sewa tempat, yang penting ada perputaran uang.
Selain dapat diskon besar, banyak hadiah dan paket menarik lain yang ditawarkan.
Bisa jadi kalau pajak nol persen diterapkan, walaupun tidak sebesar harapan, paket diskon dan hadiah menarik malah dihapus. Bumerang juga buat konsumen.
Jadi, selamat berbelanja...
Editor | : | Pilot |
KOMENTAR