GridOto.com - Dalam insiden tabrakan atau kecelakaan lalu lintas non-tunggal di Indonesia, seringkali ada pihak yang disalahkan dan bisa berujung baku hantam main hakim sendiri.
Memang pihak yang dirugikan bisa saja terbawa emosi dan langsung menghakimi penyebab kecelakaan.
Apalagi jika saat itu keadaan sedang ramai, orang-orang yang tidak tahu awal mulanya bisa ikut-ikutan mengajak baku hantam penyebab kecelakaan.
Tindakan main hakim sendiri juga bisa meluas ke warga sekitar lokasi kecelakaan karena mereka tersulut emosi, apalagi kalau ada pihak yang mencoba lari dari tanggung jawab.
Perlu diketahui, main hakim sendiri ini bentuknya beragam, bisa berupa pengeroyokan, penganiayaan hingga merusak kendaraan semisal pemecahan kaca hingga pembakaran.
Main hakim sendiri dalam istilah akademisnya disebut Eigenrichting, perilaku menyimpang ini sebenarnya jelas dilarang secara hukum.
Baca Juga: Penyebab Utama Main Hakim Sendiri di Jalan Raya
Menurut Pasal 170 KUHP, Eigenrichting dapat diartikan tindakan kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara bersama-sama, dilakukan di muka umum seperti perusakan terhadap barang, penganiayaan terhadap orang ataupun hewan.
Jika melanggar pasal tersebut, pelaku atau massa yang melakukan main hakim sendiri terancam hukuman yang beratnya tergantung dari dampak yang ditimbulkan, misalnya:
1. Melakukan tindak kekerasan, diancam hukuman 5 setengah tahun penjara.
2. Kekerasan yang menyebabkan korban luka-luka, ancaman hukumannya 7 tahun penjara.
3. Kekerasan yang mengakibatkan korban luka berat, ancaman hukumannya 9 tahun penjara.
Baca Juga: Takut Dihakimi Massa, Bikin Pelaku Kecelakaan Takut Tanggung Jawab?
4. Penganiayaan seseorang hingga tewas, diancam hukuman 12 tahun penjara.
Selain itu, dalam Pasal 406 KUHP tentang Perusakkan juga menjelaskan:
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Menanggapi tindakan tersebut, Sony Susmana selaku Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) mengatakan, setiap orang harus menghindari emosi jika ada kecelakaan non-tunggal di jalan.
Baca Juga: Bukan Ngajak Ribut, Sesekali Geber Mesin Mobil Ada Bagusnya Juga Lho
"Insiden di jalan raya adalah hal yang mungkin terjadi dimana, kapan dan pada siapapun.
Setiap insiden harus disikapi dengan bijaksana dan kepala dingin untuk tujuan kebaikan bersama," ujar Sony saat dihubungi GridOto, Jumat (14/8/2020).
"Sementara itu main hakim sendiri itu terjadi karena pemilik kendaraan atau orang di sekitar kejadian hanya mengedepankan emosi, sehingga nalarnya hilang. Yang ada di pikirannya hanya merasa benar dan ada orang lain yang salah," lanjutnya.
Sony menambahkan, tidak ada manfaat sama sekali dari tindakan main hakim sendiri.
"Perlu diingat, penyelesaian masalah dengan main hakim sendiri hanya mengakibatkan kerugian dan akan berurusan dengan hukum jika pihak yang rugi melapor ke pihak berwajib. Jadi istilahnya, main hakim sendiri ini menang jadi arang kalah jadi abu, tidak ada yang diuntungkan," tutupnya.
Baca Juga: Jadi Penyebab Kecelakaan? Jangan Panik, Bahaya! Ini Langkah yang Benar
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | kuhp |
KOMENTAR