GridOto.com – Di tengah minimnya aktivitas penjualan dan pemasaran saat pademi covid-19 kita dikejutkan dengan program recall pompa bensin Mitsubishi Xpander.
Baca Juga: Recall Pompa Bahan Bakar Mitsubishi Xpander di Indonesia, Ini Sebabnya
Recall di industri mobil dan motor nasional sudah biasa dilakukan.
Sejarah mencatat General Motors Indonesia menjadi APM pertama di Tanah Air yang mengumumkan recall Opel Blazer ke publik.
Mungkin saja masih banyak yang lain lebih dulu dari Opel. Namun tidak ada yang merilis terbuka ke publik.
Opel Blazer direcall pada 29 Maret 1999. Disinyalir ada kesalahan konstruksi cover timing belt sehingga kotoran mudah masuk dan rentan belt putus.
Langkah General Motors Indonesia saat itu dinilai banyak kalangan sangat berani.
Maklum, persepsi recall identik dengan produk cacat produksi.
Meski sudah banyak dan lazim dilakukan di negara-negara maju, namun belum terbiasa buat konsumen Tanah Air kala itu.
Sejak itu, APM mulai sedikit terbuka soal recall. Sudah banyak sekali mobil dan motor direcall secara terbuka dan diumumkan ke publik.
Selain Opel Blazer, tercatat juga beberapa merek lain jadi pelopor recall diumumkan terbuka di Indonesia.
Seperti ball joint di Mitsubishi Galant buatan tahun 1993-1997 pada tahun 2001.
Ada juga pipa saluran minyak rem pada Mitsubishi Kuda buatan tahun 2002.
Bahkan program recall Kuda ini sempat diumumkan di koran Kompas terbitan 4 Februari 2003.
Sejak itu, program recall terbuka mulai diikuti banyak APM. Meski saya percaya lebih banyak yang melakukan silent recall.
Program recall terbesar sepanjang sejarah mungkin ada di kasus airbag Takata.
Bukan hanya pabrikan mobil Jepang. Namun juga Eropa yang memakai airbag buatan Takata tersebut.
Bahkan kasus yang terkuak sejak tahun 2014 itu masih belum mampu memperbaiki seluruh mobil terdampak.
Ada nyaris 100 juta mobil dari 57 merek buatan tahun 2002-2015 musti diperbaiki. Termasuk di Indonesia.
Perkembangan recall di Indonesia sudah jauh lebih baik dalam 20 tahun terakhir.
Toh begitu, masih banyak APM enggan mengakui secara terbuka bahkan menyiarkan ke publik.
Program recall personal lebih banyak dipilih. Caranya dengan menyurati pemilik satu per satu untuk datang ke bengkel.
Itupun jika mobil atau motor masih tergolong baru (di bawah 5 tahun).
Lebih dari itu, APM sudah sulit mengkontak pemilik karena bisa jadi sudah berganti akibat dijual. Bahkan pemilik sudah tidak melakukan perawatan di bengkel resmi.
Ini juga yang memuat BMW membuat program yang dinamakan Technical Update.
Tujuannya menjangkau pemilik mobil yang sudah tak bisa dikontak lagi.
Image recall juga belum seluruhnya ditanggapi positif oleh konsumen. Meskipun ini wujud tanggung jawab pabrikan.
Sebagian konsumen masih menganggap produk recall adalah cacat produksi. Tak layak lagi dipakai meski sudah diperbaiki.
Paling parah ketika konsumen akan menjadi antipati terhadap merek tersebut.
Kondisi makin runyam ketika program recall dimanfaatkan sebagai kampanye negatif merek pesaing.
Pemahaman recall baru dapat ditanggapi positif oleh kalangan menengah atas.
Bisa jadi itulah kenapa APM sepeda motor lebih memilih recall diam-diam atau hanya memberitahu pemilik saja.
Kemajuan program recall di Indonesia tak akan berarti jika pemerintah tak ikut campur tangan secara aktif.
Meski sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 tahun 2018 bab XIII pasal 79, namun tidak detail.
Baca Juga: Mobil atau Motor Kamu Kena Recall? Gak Usah Malu. Baca Yuk, Maksud dan Aturan Dilakukannya Recall
Di situ hanya dijelaskan program recall diwajibkan hanya memberitahukan kepada Menteri Perhubungan.
Lantas di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 53/2019 pasal 8 ayat 3 menyebutkan recall wajib diberitahukan ke pemilik.
Tidak diatur pihak atau lembaga mana yang berhak mengawasi dan menentukan sebuah mobil atau motor harus direcall.
Recall di Indonesia kembali diserahkan seluruhnya kepada produsen masing-masing. Artinya hanya berharap niat baik produsen saja.
Tidak ada lembaga yang aktif mencari kendaraan cacat produksi.
Padahal lembaga seperti NHTSA (National Highway Traffic Safety Administration) di Amerika Serikat sangat diperlukan sebagai juri yang menilai mobil dan motor cacat.
Tidak usah jauh-jauh. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bentukan Kementerian Kesehatan bisa jadi contoh lebih dekat dan jelas.
Pemerintah terkesan pasif dan APM bebas melakukan apa saja di program recallnya.
Bahkan ada APM yang tegas-tegas menyebut tak mengenal istilah recall.
Maka kemudian muncul banyak istilah baru sebagai penghalus istilah recall yang identik dengan cacat produksi.
Ada sebutan pemanggilan kembali, kampanye service (service campaign), technical update atau lainnya.
Bahkan paling parah mobil dan motor diperbaiki diam-diam saat pemilik service rutin di bengkel resmi.
Sudah saatnya Indonesia punya Badan Pengawas Kendaraan dan Keselamatan Jalan Raya.
Jika tidak mau selamanya berharap dari kebaikan para produsen. ***
*Penulis adalah wartawan otomotif sejak tahun 2000 di beberapa media grup Kompas Gramedia, seperti tabloid Otomotif, majalah Otosport, majalah Auto Bild Indonesia dan saat ini di GridOto.com.
Editor | : | Bimo Aribowo |
KOMENTAR