GridOto.com - Sektor transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang paling parah terdampak Pandemi Covid-19.
Menurut keterangan Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), kini armada bus yang beroperasi hanya tinggal 10 persen.
Hal itu membuat pemasukan Perusahaan Otobus (PO) turun drastis jika dibandingkan saat situasi normal.
Kondisi juga makin diperparah dengan tidak adanya stimulus dari pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Baca Juga: Maju Kena Mundur Kena, Pengusaha Otobus Minta Relaksasi Kredit ke Pemerintah
"Sehingga kami harus melakukan double cover, cover kredit, cover operasional, termasuk cover gaji pegawai," ungkap Ketua Umum IPOMI, Kurnia Lesani Adnan kepada GridOto.com (20/4/2020).
Sementara di sisi lain, pemerintah meminta jangan ada perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
"Nah, ini juga tidak mencerminkan (situasi saat ini). Ini yang masih kami komunikasikan ke pemerintah, supaya mengeluarkan stimulus ke kami," ucap Kurnia.
Meski dalam situasi sulit, Kurnia mengatakan ia bersama rekan-rekan pengusaha otobus lainnya sejauh ini belum melakukan PHK.
Baca Juga: PO Bus Arab Saudi Ingin Pakai Jasa Adiputro, Tapi Terkendala Minimnya Bantuan Pemerintah
Tetapi, para karyawan diberlakukan sitem shifting untuk mengurangi tunjangan kehadiran dan uang makan.
Hal itu diakui Kurnia terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan keuangan perusahaan.
"Dengan skema seperti itu, kami bisa berhemat di pengeluaran tunjangan, seperti uang makan dan uang kehadiran, tapi gaji pokok mereka tetap di atas UMP," jelas Kurnia.
Ia menambahkan, PO sangat membutuhkan stimulus dari pemerintah karena skema tersebut tidak bisa dilakukan terus menerus.
Baca Juga: PO Bus 90 Persen Armadanya Tidak Beroperasi, IPOMI: Kondisi Kami Sudah Tiarap
"Namun, kalau pemerintah tidak mewujudkan permintaan kami untuk diberikan stimulus di bagian pembiayaan, ini kan akan terjadi defisit terus, lama-lama mau tidak mau ya kami harus lakukan PHK, supaya kami bisa terus bertahan," tutupnya.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
KOMENTAR