GridOto.com - Proses perakitan mesin Nissan GT-R R35 memang unik karena satu mesin hanya digarap oleh satu orang saja.
Orang-orang yang bisa merakit mesin Nissan GT-R R35 juga bukan karyawan pabrik biasa, tapi mereka dipilih khusus dan diberi julukan 'Takumi'.
Saat mesin selesai dikerjakan, maka nama 'Takumi' yang menggarap akan tertempel di plakat yang dipasang di mesin tersebut.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang berasal dari garis keturunan Skyline, Nissan GT-R generasi terakhir yang kerap dipanggil R35 punya mesin yang berbeda dengan Skyline GT-R R32, R33, ataupun R34.
Jika generasi Nissan Skyline GT-R R32, R33, dan R34 menggunakan mesin berkode RB26DETT yang berarti 6 silinder segaris berkubikasi 2.600cc, maka Nissan GT-R R35 pakai mesin VR38DETT dengan konfigurasi V6 3.800cc.
Baca Juga: Sering Menang Balapan, Nissan GT-R Pernah Kena Penalti Beratnya Ditambah 100 Kg
Mesin VR38DETT yang terpasang di Nissan GT-R R35 keluaran 2008-2011 memiliki tenaga maksimum 485 dk, sedangkan versi 2011 hingga sekarang melonjak sampai 565 dk!
Melihat kodenya yang sama-sama diakhiri DETT, ini berarti sama-sama DOHC (D), Sistem injeksi elektronik (E), dan sudah pakai Twin Turbocharger (TT).
Terlepas Nissan GT-R seri manapun atau mesin apapun, buat kebanyakan orang nama Nissan GT-R adalah sebuah prestise tersendiri jika berhasil memilikinya.
Baca Juga: Intip Pabrik Mesin Nissan GT-R yang Dikemudikan Wakil Jaksa Agung
Nah kalau lihat video perakitan mesin Nissan GT-R R35, mungkin bisa bikin kamu makin ngiler dan semangat buat mengejar impian kamu memiliki mobil ini.
Sementara kamu sekarang cuma bisa nonton videonya, tapi yaa siapa tahu, nanti suatu saat kamu bisa betulan punya Nissan GT-R. Namanya mimpi kan memang harus dikejar Sob!
Pengin lebih lengkap dan detail ulasan otomotif seperti test drive, test ride, tips, knowledge, bisnis, motorsport dan lainnya, kalian bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF secara digital (e-magz). Caranya klik : www.gridstore.id Kalian akan mendapatkan paket berlangganan menarik.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
KOMENTAR