GridOto.com - Telah diberitakan sebelumnya bahwa waktu inden Suzuki Jimny sudah melebihi 20 tahun.
Meskipun begitu, Dony Saputra selaku 4W Marketing Director PT SIS mengungkapkan, bahwa masih banyak calon konsumen yang bersikukuh memesan Suzuki Jimny.
Di satu sisi, hal tersebut tentu menggembirakan bagi SIS, tapi di lain sisi, hal tersebut juga membuat mereka kebingungan.
“Kalau tidak kami terima itu konsumen loyal kami, kalau diterima janji delivery kami juga susah, karena nomor antrean mereka sudah sangat panjang,” aku pria yang akran disapa Dony di kawasan SCBD, Jakarta Selatan (20/12/2019).
(Baca Juga: Indent Suzuki Jimny di Sulsel Capai 102 Unit, Dijatah 12 Unit Per Tahun, Pemesan Bisa Nunggu Sewindu!)
Kelangkaan ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia.
Dony juga menjelaskan, bahwa nilai sejarah Suzuki Jimny di Indonesia membuat SUV mungil tersebut lebih ‘bernilai’ di mata konsumen Tanah Air.
Oleh karena itu, pihak SIS telah menyiapkan strategi khusus untuk memastikan setiap Suzuki Jimny yang tiba di Indonesia, akan jatuh ke tangan mereka yang memang cinta dengan mobil tersebut.
“Punya duit doang belum tentu bisa beli Jimny, yang punya ini harus cinta, karena kalau cinta pasti mau nunggu, mau sabar, ini mainnya perasaan,” tukas Dony.
“Karena itulah kami juga men-treat produk ini secara emosional, jadi kami meminta ke dealer-dealer untuk mengutamakan pelanggan setia Suzuki,” imbuhnya.
(Baca Juga: Body Kit Baru DAMD Untuk Suzuki Jimny Sierra, Harganya Rp 50 Juta!)
Pelanggan setia yang ia maksud adalah mereka yang telah beberapa kali membeli produk Suzuki.
Sehingga mereka yang memang loyal terhadap brand dan mencintai mobil-mobil Suzuki dapat menikmati Suzuki Jimny lebih awal.
Dony juga menambahkan, bahwa mereka yang memang mencintai produk compact SUV dari Suzuki itu untuk membeli Suzuki Jimny dari APM.
“Tolong beli dari APM walaupun lama, karena secara spesifikasi sudah kita set sesuai dengan Indonesia,” kata Dony.
“Jangan support penyelundup, selundupan itu mah nafsu, bukan cinta,” tutupnya.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
KOMENTAR