Solusi kemacetan adalah pengendalian kelahiran mobil baru. Contoh yang dilakukan Singapura.
Harga pelat nomor mobil jauh lebih mahal dari harga mobilnya. Maka tak aneh bila sebuah Honda Jazz dihargai nyaris Rp 1 miliar (on the road). Otomatis orang akan berpikir panjang sebelum membeli mobil baru.
Mobil tua juga tak disuntik mati. Jika lolos uji emisi, silahkan terus hidup selama-lamanya.
Dulu di awal tahun 2000-an sempet tercetus uji emisi sebagai salah satu syarat perpanjangan masa berlaku STNK.
Bahkan sempat dipasang rambu-rambu jalan yang menunjukkan lokasi bengkel uji emisi yang diakui pemerintah.
Hasil uji emisi itulah yang dipakai sebagai patokan apakah mobil tersebut laik jalan.
Entah mengapa, aturan yang sudah benar tersebut menguap begitu saja. Hingga muncul instruksi gubernur Jakarta melarang mobil tua mulai tahun 2025.
Apakah ini hanya reaksi atas kritik publik akan jeleknya kualitas udara Jakarta? Ah saya tak mau berpolemik soal politik.
Di beberapa negara seperti Jepang, pengendalian mobil tua dilakukan dengan cara memberi insentif jika ingin dibuang (scrap). Uangnya dapat dipakai sebagai potongan saat membeli mobil baru.
Pendek kata, ada beragam solusi selain menyuntik mati mobil tua. Instruksi yang sulit diterima logika jika Anda mengerti soal teknis mesin bakar.***
*Penulis adalah wartawan otomotif sejak tahun 2000 di berbagai media grup Kompas Gramedia, seperti tabloid Otomotif, majalah Otosport, majalah Auto Bild Indonesia dan saat ini di GridOto.com.
Editor | : | Bimo Aribowo |
KOMENTAR