GridOto.com - Mungkin bikers banyak yang tahu kalau mesin motor 2-tak tidak bisa ganti boring seperti mesin 4-tak.
Sebenarnya bukan tidak bisa, tetapi mekanik banyak yang tidak merekomendasikannya saja.
Sebab, penggantian boring pada mesin 2-tak bisa bikin tenaga mesin jauh berkurang dan karakternya bisa berbeda juga.
Lalu, apa alasan teknis sebenarnya mekanik tidak merekomendasikan ganti boring di mesin 2-tak?
(BACA JUGA : Enggak Cuma Gaya, Warna dan Lekukan Windshield Motor Ada Fungsinya!)
"Sebenarnya alasannya simpel, karena di boring motor 2-tak itu banyak lubangnya. Berbeda dengan boring motor 4-tak yang polos," buka Rusli Susanto dari bengkel Armost di Jl. Pondok Rajeg No. 22 Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Yup, di boring atau liner mesin motor 2-tak memang terdapat lubang inlet, lubang transfer dan juga lubang exhaust.
Jika ganti boring, lubang-lubang ini yang bakal menjadi masalah di mesin 2-tak.
"Besar dan sudut lubang-lubang itu berbeda-beda. Miring 1 derajat saja karakter dan tenaga mesin bisa berubah. Makanya, susah buat ganti boring mesin 2-tak," tambah Wajik sapaan akrab Rusli yang gape garap mesin 2-tak.
(BACA JUGA : Banyak Dipakai Motor Baru, Apa Sih Fungsi Windshield Sesungguhnya?)
Nah, kalau mengganti boring berarti harus membuat ulang lubang-lubang tadi.
Itu sangat sulit, apalagi kalau dibuat manual atau hanya mengandalkan mesin bubut.
"Kalau sekarang sih zaman sudah canggih. Ada mesin CNC, makanya ada tuh yang jual boring Kawasaki Ninja 150 yang sudah ada lubangnya, tinggal pasang," sahut Wajik.
(BACA JUGA : Sukses Jual Puluhan Ribu Mobil, Ini 3 Produk Terlaris Honda Selama September 2018)
"Beberapa yang sudah pasang bilang kemampuannya enggak jauh sama boring asli. Lumayan buat dikorek ulang di mesin-mesin motor balap," tambahnya lagi.
Tuh, ternyata adanya lubang di boring yang bikin boring atau liner motor 2-tak susah diganti.
Apalagi, kualitas boring pengganti juga diyakini punya kualitas jauh di bawah boring bawaan motor.
Makanya, banyak mekanik yang tidak merekomendasikan.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR