GridOto.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator keuangan termasuk pembiayaan, akan menerbitkan aturan revisi POJK No. 29/POJK.05/2014 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.
Dalam aturan revisi ini, akan ada penerapan down payment (DP) atau yang lebih dikenal uang muka sebesar 0 persen, untuk pembelian kendaraan bermotor.
Menurut Bhima Yudisthira, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kebijakan ini tentunya memiliki keuntungan dan kerugiannya tersendiri.
Bhima berpendapat, keuntungan dari kebijakan ini adalah adanya kenaikan penjualan kendaraan bermotor.
"Kalau penjualan kendaraan naik, ia akan memicu adanya penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak lagi. Kemudian juga dari sisi aftermarket, penjualan suku cadang dan lain-lain juga pasti naik tuh, jadi cukup besar implikasinya."
(BACA JUGA: Bridgestone Donasikan Rp 340 Juta untuk Orangutan Kalimantan)
Selain itu, kebijakan ini juga dinilai dapat menaikkan pertumbuhan kredit multi-finance.
Tapi, di sisi lain kebijakan ini memiliki efek negatif, salah satunya yaitu meningkatkan risiko bertambahnya kredit macet.
"Efek negatifnya ya itu, risiko kredit macet lebih tinggi, biaya penagihan lebih mahal, riset untuk asasment kredit juga lebih mahal," ujar Bhima kepada Gridoto.com
Ketiga hal tersebut merupakan hal yang saling berkaitan, dan perlu dicermati dengan baik oleh lembaga multi-finance.
"Kesiapan yang pertama di pintu paling depan itu assasment resiko kreditnya, jadi mereka butuh banyak orang untuk riset assasment resiko kredit dengan lebih hati-hati, karena kan ini uang mukanya 0 persen, pastinya banyak orang tertarik untuk ambil kendaraan," jelasnya.
Jika tidak mencermati hal tersebut, imbasnya adalah banyaknya kredit macet yang akan menimbulkan masalah baru yakni penarikan kendaraan oleh debt collector.
(BACA JUGA: Wow...Pasang Full Body Kit BMW Z4 Buat Balap, Budgetnya Bisa Tebus Fortuner Baru)
"Kalau orang pada akhirnya gak mampu bayar, sehingga harus ditarik sama debt collector, tentunya lembaga multi-finance harus mengeluarkan biaya lebih untuk SDM debt collectornya," ulas Bhima.
"Kalau kendaraan bermotor kan tidak seperti rumah yang posisinya diam di satu tempat aja, sehingga untuk proses penyitaannya lebih mudah. Nah, kendaraan kan mobile, bisa ke mana saja, sehingga membutuhkan biaya debt collector yang lebih besar," tambahnya.
Ia berpendapat, lembaga multi-finance pasti akan lebih waspada dengan kebijakan ini, mengingat di sisi lain pertumbuhan ekonomi juga sedang melambat.
"Melihat kondisi ekonomi secara makro, konsumsi rumah tangga masih melambat, masih sekitar 5 persen, kemudian di sisi lain inflansi juga cenderung naik, dan bunga acuan juga terus mengalami kenaikan, pastinya akan berimbas juga dong kepada bunga kendaraan bermotor."
Hal tersebut menurutnya juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebijakan ini tidak akan berlangsung efektif jika diterapkan.
Editor | : | Fendi |
KOMENTAR