GridOto.com - Salah satu helm merek Indonesia yang dipakai di MotoGP adalah NHK.
Karena butuh spek lebih spesial seperti standar keselamatannya, NHK membuat helm baru bernama GP-R Tech.
Helm ini dipakai oleh Karel Abraham di kelas MotoGP, dan Jules Danilo di kelas Moto2.
Sayangnya helm ini belum resmi dijual umum, memangnya kapan akan resmi dijual?
(Baca Juga : Mau Helm NHK Replika Pembalap MotoGP? Harga Dimulai dari Rp 400 Ribuan)
"Rencananya akan diperkenalkan di Indonesia Motorcycle Show (IMOS) 2018," jelas Johanes Cokrodiharjo, Direktur Pemasaran PT Danapersadaraya Motor Industry.
Helm ini sendiri sudah bukan versi purwarupa, jadi siap untuk dijual karena sudah lolos tes dan standar keamanan.
"NHK GP-R Tech sudah lolos tes SNELL 2015, serta ECE R22-05, siap dipakai balap dunia seperti MotoGP," tambah Johanes.
"Saya sudah pakai dari tes MotoGP di Sepang 2018, setelah beberapa kali dirombak, sekarang sudah versi final," terang Karel Abraham, pembalap MotoGP dari tim Angel Nieto Ducati.
"Paling penting adalah kelembapan interior helm serta aerodinamikanya, sekarang sudah nyaman dipakai di kecepatan tinggi di MotoGP tanpa ada masalah," sambung Karel.
Tidak hanya dapat input dari Karel Abraham, Jules Danilo yang berada di tim SAG Kalex di Moto2 juga memberikan masukannya.
"Untuk helm yang diproduksi untuk ajang balap dunia, produknya sangat bagus. Saya berterima kasih pada NHK karena telah mendengar masukan saya," kata Jules.
Berapa kira-kira harga yang akan dipilih oleh NHK, untuk model GP-R Tech?
"Rencananya 3 sampai 4 juta untuk versi fiber komposit kevlar, dan 8 juta untuk versi karbon fiber," terang Johanes.
(Baca Juga : Selain Aman, Ini Kata Karel Abraham Soal Helm Buat Ngebut di MotoGP)
Namun yang mau helm full face Karel Abraham, namun budgetnya lebih miring, ada juga helm lain.
"Sementara helm balap edisi Karel Abraham yang kami jual adalah versi Terminator TT, harganya 1,4 juta Rupiah," tambah Johanes.
NHK Terminator TT dipakai oleh pembalap nasional seperti Willy Hammer, serta Wahyu Nugroho.
Editor | : | Anton Hari Wirawan |
KOMENTAR