GridOto.com - Tepat di tanggal yang sama enam tahun silam, 23 Oktober 2011, terjadi tragedi memilukan atas meninggalnya Marco Simoncelli.
Dilansir dari Motosports.com, menurut penuturan para pembalap MotoGP, tragedi ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau otoritas penyelenggara MotoGP bisa bersikap tegas dari awal.
(BACA JUGA:Sejarah Kelam 23 Oktober, Mengungkap Kematian Marco Simoncelli, Lihat Videonya )
Sejak dimulainya musim balapan di tahun tersebut, sebenarnya sudah banyak kritikan terhadap gaya balap Simoncelli yang disampaikan oleh para pengamat MotoGP maupun para rider yang ikut bertarung dalam di dalamnya.
Menurut penuturan para rider MotoGP, seperti dikutip motorsports.com, gaya balap Simoncelli dianggap terlalu agresif bahkan cenderung grasak-grusuk dan dinilai dapat membahayakan keselamatan para pembalap, termasuk keselamatan Simoncelli sendiri.
Pada saat itu, cukup banyak pembalap tim lain yang dirugikan oleh gaya balap Simoncelli.
“Dari pandangan saya, saya pikir saya mengatakan hal yang benar. Buat saya, tidak masalah, kalau hanya Anda yang celaka dan tak ada yang terjadi di pada diri orang lain, itu bukan masalah. Kita akan lihat apa yang terjadi,” ujar Lorenzo seperti dikutip dari Autosport.com
"Saya pikir Anda sudah sering menyenggol pembalap lain. Berapa banyak balapan saya tidak jatuh atau menyenggol pembalap lain?,” sambung Lorenzo.
Yang paling parah adalah Dani Pedrosa, pembalap Spanyol yang merupakan kandidat kuat juara dunia di tahun tersebut, terpaksa harus mengubur dalam-dalam mimpinya menjadi juara dunia akibat disenggol jatuh oleh Simoncelli.
Pedrosa tidak bisa turun balapan selama beberapa seri, yang membuat point-nya tertinggal jauh dari Casey Stoner dan Jorge Lorenzo yang menempati posisi 1 dan 2 di klasemen balapan.
(BACA JUGA: Mengulas Sejarah 23 Oktober, Jorge Lorenzo Sudah Prediksi Kematian Marco Simoncelli)
Jorge Lorenzo, juga sempat sangat kesal pada gaya balap Simoncelli. Begitu kesalnya sampai-sampai Lorenzo mengatakan, “ Tak ada apapun dalam kepala Simoncelli selain rambut,” seperti dikutip dari Motorsports.com.
“Anda boleh tertawa, tapi ini tidak lucu karena kami mempertaruhkan nyawa kami di arena balap,” ujar Jorge Lorenzo.
"Kami membalap dengan kecepatan 300 km, jam dengan motor yang sangat berat dan bertenaga. Itu bukan motor mini. Ini olahraga yang berbahaya dan Anda harus berpikir tentang apa yang Anda lakukan,” ujar Lorenzo.
Protes bertubi-tubi juga dilancarkan oleh para pembalap, akhirnya memaksa otoritas penyelenggara MotoGP memanggil Simoncelli.
Sempat terdengar kabar akan dicabutnya izin balap Simoncelli, namun alih-alih izin balapnya dicabut, bahkan teguran keras pun tak didapatkan Simoncelli.
Protes bertubi-tubi yang dilancarkan oleh para pembalap ini akhirnya memaksa otoritas penyelenggara MotoGP memanggil Simoncelli.
Sempat terdengar kabar akan dicabutnya izin balap Simoncelli, namun alih-alih izin balapnya dicabut, bahkan teguran keras pun tak didapatkan Simoncelli.
Oleh otoritas penyelenggara MotoGP, Simoncelli hanya “dinasehati” supaya ketika membalap dia lebih memperhatikan safety.
Memang dalam beberapa seri setelah pemanggilan itu, gaya balap Simoncelli sempat berubah menjadi lebih tenang.
Tapi, ketika kemudian Simoncelli berhasil naik podium beberapa kali, dia pun kembali ke gaya balapnya yang asli.
Mungkin karena belum ada protes berarti dari pembalap lain, saat itu otoritas penyelenggara MotoGP tidak memanggil kembali Simoncelli.
Sehingga akhirnya malaikat mautlah yang mendahului memanggil pembalap muda Italia ini.
Menurut penuturan para rider MotoGP, seperti dikutip dari Motorsport.com, ke depan penyelenggara harus lebih tegas kepada pembalap yang berpotensi membahayakan diri dan lawannya ketika sedang bertarung di lintasan.
Bahkan para pembalap sempat menyebut, kalau ada pihak yang harus disalahkan dalam tragedi ini, itu adalah Otoritas Penyelenggara MotoGP yang tidak mencabut izin balap Marco Simoncelli.
Editor | : | Akbar |
KOMENTAR