GridOto.com - Penagihan dan eksekusi jaminan fidusia yang bermasalah dilakukan oleh industri pembiayaan dilakukan demi menjaga ekosistem pengelolaan kredit yang sehat.
Namun enggak sembarang, hal ini diimbangi dengan kebijakan dan regulasi untuk memberikan keadilan bagi perusahaan pembiayaan dan kreditur.
Untuk membahas ini, PT Federal International Finance (FIFGROUP) selaku anak perushaan PT Astra International Tbk yang bergerak di bidang pembiayaan mendukung acara garapan Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK) yaitu Forum Group Discussion.
Dalam acara ini membahas tema “Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan Dalam Relasi Dengan Profesi Penagih Hutang”.
Talkshow ini diselenggarakan karena saat ini industri pembiayaan tengah dihadapkan dengan banyak stigma negatif dari proses penagihan oleh para pelaku usaha pembiayaan dan pemangku kepentingan.
“Stigma negatif ini tentu merugikan para pelaku di industri pembiayaan, sehingga sangat penting untuk menghadirkan keberimbangan perlindungan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari konsumen, pelaku usaha, hingga bagi para pelaku penagihan,” tutur Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup.
Untuk itu, dianggap perlu memberikan keseimbangan hukum demi memberikan perlindungan kepentingan bagi perusahaan pembiayaan dan kreditur.
“Dalam mengelola kredit macet, proses penagihan dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadinya peningkatan kredit bermasalah," ujar Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan
"Namun, akibat dari stigma negatif itu sendiri menyebabkan timbulnya keterbatasan bagi perusahaan pembiayaan dalam beroperasional, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap kesehatan industri pembiayaan itu sendiri secara umum,” tutur Budi.
Bila langkah penyitaan fidusia dari kreditur harus dilakukan oleh profesi pengihan atau debt collector, tentunya diimbangi dengan prosedur yang jelas.
“Seringkali ditemukan adanya tindakan prosedur penagihan yang menggunakan kekerasan fisik ataupun dengan tindakan premanisme, sehingga hal ini lah yang menyebabkan timbulnya sudut pandang negatif terkait dengan prosedur penagihan,” kata Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigadir Jenderal Veris Septiansyah.
Aturan upaya penagihan sudah ditentukan sesuai dengan pendekatan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seluruh regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
“Seluruh regulasi tersebut menjadi pedoman dasar yang perlu ditaati oleh perusahaan pembiayaan, sehingga upaya penagihan itu dapat dijalankan dengan baik,"
"Tentunya hal ini juga perlu dipahami oleh konsumen bahwa regulasi ini juga mengikat masyarakat yang menjadi konsumen layanan pembiayaan dalam melakukan kewajibannya, seperti pembayaran angsuran dengan tepat waktu dan melunasi hutangnya” kata Veris.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi menambahkan secara regulasi prosedur ekseksui jaminan fidusia yang sudah ada saat ini harus dipermudah dan disimplifikasi.
“Seringkali dari regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia," ujarnya.
"Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga karena melakukan penagihan, ini menunjukkan adanya kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan,” tutur Sobandi.
Namun, perlu menjadi catatan bahwa ketika kepentingan hukum dilindungi, maka perlu diimbangi juga dengan tindakan penagihan oleh lembaga pembiayaan dengan tetap memperhatikan kepentingan perlindungan konsumen.
Dari sudut pandang akademisi yang disampaikan oleh Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah, pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.
“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun, perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yakni pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia,” tutur Siti sembari menjelaskan bahwasanya sertifikat ini ditandatangani oleh pihak debitur maupun kreditur, sehingga berlakunya asas asas hukum penjaminan yang ada di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Melalui acara ini diharapkan dapat memeberikan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pemangku kepentingan akan kehadiran suatu bentuk kebijakan atau regulasi yang berimbang terkait dengan proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang Undang Jaminan Fidusia yang melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat.