GridOto.com - Presiden Joko Widodo mengaku lemas saat mengetahui bahwa perizinan yang diperlukan untuk menggelar MotoGP Mandalika sangat berbelit-belit.
Ia mengatakan, ada sekitar 13 izin atau surat rekomendasi yang harus dipenuhi penyelenggara sebelum menggelar MotoGP Mandalika pada 2022 lalu.
Padahal ajang motorsport tersebut mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
"MotoGP di Mandalika. Saya cek ke panita, ini efeknya luar biasa, dampak ekonominya Rp 4,3 triliun. Bisa menyerap, melibatkan tenaga kerja 8.000, UMKM yang terlibat kurang lebih 1.000," ucap Jokowi dikutip dari Kompas.com, Senin (24/6/2024).
"Tapi begitu saya tanya, bagaimana mengenai perizinan, lemas saya. Ternyata ada 13 izin yang harus diurus," ujar Jokowi saat meluncurkan "Digitalisasi Pelayanan Perizinan Penyelenggaraan Event" di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2024).
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan, panitia harus mengurus surat persetujuan ke desa, mengantongi surat rekomendasi dari Ikatan Motor Indonesia (IMI) NTB, IMI pusat, Polsek hingga Polri.
Tidak berhenti di situ, panitia juga harus megajukan surat dukungan dari RSUD NTB, surat izin dari Dinas Pemadam Kebakaran NTB, serta surat pemberitahuan ke pihak Bea Cukai, Kawasan Ekonomi Khusus NTB, dan INSP.
"Mungkin masih ada tambahan lagi ini izin yang sudah saya sebut mungkin ada tambahan lagi. Atau mungkin duit saya sudah habis dulu sebelum event-nya terjadi. Ini fakta," kata Jokowi.
Oleh sebab itu, Jokowi mendorong instansi terkait untuk menyusun sistem perizinan penyelenggaraan event yang lebih ringkas.
Baca Juga: Pantesan Pergi, Ini Dua Sosok yang Bikin Valentino Rossi Kesal Hingga Meninggalkan Honda
Pemerintah memang sudah meluncurkan online single submission (OSS) untuk penyelenggaraan event pada Senin hari ini.
Namun, Jokowi menekankan bahwa sistem tersebut harus terus diawasi karena ada kementerian yang telah dibuatkan OSS tetapi sistem tersebut dimatikan karena tidak pernah dipantau.
Akibatnya, sistem perizinan kembali dilakukan secara manual yang membuka celah terjadinya perilaku korupsi.