GridOto.com - Dalam kecelakaan maut PO Trans Putera Fajar di Subang, Jawa Barat, salah satu isu yang ramai diperbincangkan adalah kondisi bus tidak sesuai standar.
Dikatakan tidak sesuai standar, sebab bus berwarna hijau tersebut menggunakan bodi Super High Deck (SHD) di atas sasis tua Hino AK1JRKA lansiran 2006.
Padahal penggunaan bodi SHD tidak boleh dilakukan sembarangan dan hanya bisa dipakai di jenis sasis tertentu.
Menurut Kurnia Lesani Adnan, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), sasis Hino AK1JRKA ini hanya boleh dibangun dengan bodi bertinggi maksimal 3,6 meter, sesuai dengan izin rancang bangunnya.
Sedangkan, bodi jenis SHD biasanya memiliki tinggi antara 3,8 meter sampai 3,9 meter.
Artinya, tinggi bodi bus tersebut 'offside' sekitar 20 sampai 30 cm.
Salah satu efek negatif dari hal tersebut adalah angka rollover akan semakin tinggi, yang berarti bus semakin limbung dan lebih mudah terguling.
"Jelas load index body naik dan roll overnya jadi tinggi yang akan menyebabkan bus ini lebih limbung dari biasanya," ucap Sani saat dihubungi GridOto.com, Minggu (12/5/2024).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PO SAN ini juga menjelaskan, sasis bus harus dikombinasikan dengan bodi yang sesuai dengan rancang bangunnya.
Baca Juga: Kasus Laka Maut Ciater Subang Biar Kapok Segini Denda Bagi Bus Tidak Uji Berkala
"Yang pasti unit yang boleh dibangun body SHD harus ada rancang bangunnya dari awal. Seperti yang kita tahu bus yang bisa dibangun body SHD hanya RK260 itupun saat ini dilarang oleh APM-nya," jelas Sani.
Secara umum, Sani menjelaskan sasis yang bisa 'menggendong' bodi SHD hanya sasis dengan GVW (Gross Vehicle Weight) minimal 16 ton, dan memiliki air suspenssion jenis wide.
Diselidiki oleh KNKT
Terkait modifikasi bodi ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Menurut Soerjanto Tjahjono, Ketua KNKT, poihaknya masih mengumpulkan fakta-fakta terakait penyebab kecelakaan.
"Data faktualnya bus tersebut sebenarnya bus biasa bukan bus high deck, sesuai dengan SRUT-nya. Tapi yang kami temukan kemarin bus tersebut (menggunakan bodi) high deck," kata Soerjanto saat dihubungi GridOto.com, Senin (13/5/2024).
Ia menjelaskan, saat ini timnya tengah menganalisa apakah modifikasi bodi tersebut mempengaruhi kestabilan bus sehingga menyebabkan kecelakaan atau tidak.
"Kami masih tunggu hasil analisa dari teman-teman yang melakukan perhitungan terkait stabilitas bus tersebut bagaimana, berubah banyak atau tidak, nanti masih kami cek," tandasnya.
Senada dengan Sani, Soerjanto juga mengatakan bahwa modifikasi bodi bus harus sesuai dengan rancang bangun yang ada.
Baca Juga: Ingat! Melakukan Rancang Bangun Truk Tanpa Izin Termasuk Tindak Kejahatan, Penjara Atau Denda Segini
Sebab, dalam rancang bangun semua aspek telah diperhitungkan dengan matang.
"Modifikasi sebenarnya diperbolehkan, asalkan sesuai dengan rancang bangun yang telah disetujui oleh Kementerian Perhubungan, dan dilakukan di bengkel yang punya kompetensi melakukannya," ujarnya.
"Kalau tidak sesuai rancang bangun, ya jelas itu menyalahi aturan dan tidak diperbolehkan," tutupnya.