GridOto.com - Pemasangan pelat nomor di kolong sepatbor maupun di dalam windshield masih sering ditemui di jalan raya.
Terutama bagi kendaraan yang telah melakukan sentuhan modifikasi.
Umumnya, penggunaan pelat nomor pada kolong sepatbor dan windshield dilakukan pada pemilik mobil maupun motor fairing, naked maupun trail.
Alih-alih mencopot pelat dan memasang di kolong sepatbor karena mengganggu tampilan jenis kendaraan, malah cara itu termasuk dalam pelanggaran lalu lintas.
Hal tersebut malah bisa dikenakan sanksi pidana loh.
Hal itu seperti disampaikan oleh Kepala Unit (Panit) Penindakan Khusus (Timsus) Satlantas Polres Metro Jakarta Timur, Ipda Juza Agus Sugiharto.
"Pelat nomor yang dipasang di bawah sepatbor belakang atau pun dalam windshield itu tidak diperbolehkan secara aturan hukum, jelas disebutkan karena itu susah untuk dilihat. Harusnya sesuai dengan pemasangan standarnya (di bagian belakang atau depan yang mudah terlihat)," kata Ipda Juza saat ditemui GridOto.com di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Sabtu (20/1/2024).
Ipda Juza menambahkan, apabila tidak ada dudukan pelat nomor pada kendaraan seharusnya si pengendara bisa mengakalinya tempat dudukan pelat nomor itu sendiri.
"Saat ini yang paling banyak saya temukan tidak pakai pelat nomor itu selain motor gede Vespa matic juga banyak. Padahal di bagian depan ada tempat buat dudukan pelat nomor, sama halnya seperti mobil modifikasi yang memasang pelat nomor di dalam dashboard jelas itu tidak boleh," kata Juza.
Baca Juga: Penerbitan Pelat Khusus Resmi Syaratnya Ketat, Jangan Percaya Dengan Iming-Iming
Namun walaupun banyak ditemukan penggunaan pelat nomor baik di kolong sepatbor maupun di dalam windshield, pihaknya hanya memberikan teguran secara lisan.
"Jadi jika di temukan pengendara kendaraan yang memasang pelat tidak pada tempatnya maka di berikan tindakan berupa teguran," tuturnya.
Ia menambahkan, dimana petugas lalulintas yang di lapangan sekarang lebih mengedepankan tindakan persuasif, sehingga pelanggaran sekarang di utamakan menggunakan tilang elektronik (ETLE).
Sekarang Polantas mengedepankan tilang elektronik, baik statis maupun ETLE mobile. Sedangkan polisi dilapangan banyak mengedepankan teguran bagi pengendara yang melanggar lalulintas," paparnya.
Sekadar informasi, TNKB alias plat nomor sudah memiliki dasar aturan hukum yang berlaku. Aturan tersebut tertuang dalam pasal 39 Perkap No 5 Tahun 2012 yang tertulis:
(1) TNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur pengaman sesuai spesifikasi teknis.
(2) Unsur-unsur pengaman TNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa logo lantas dan pengaman lain yang berfungsi sebagai penjamin legalitas TNKB.
(3) Warna TNKB sebagai berikut:
Baca Juga: Jangankan Langgar Lalu Lintas, Ternyata Polisi Bisa Tilang Mobil yang Kondisinya Kotor di Rusia
a. Dasar hitam, tulisan putih untuk Ranmor perseorangan dan Ranmor sewa;
b. Dasar kuning, tulisan hitam untuk Ranmor umum;
c. Dasar merah, tulisan putih untuk Ranmor dinas Pemerintah;
d. Dasar putih, tulisan biru untuk Ranmor Korps Diplomatik negara asing; dan
e. Dasar hijau, tulisan hitam untuk Ranmor di kawasan perdagangan bebas atau (Free Trade Zone) yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, bahwa Ranmor tidak boleh dioperasionalkan/dimutasikan ke wilayah Indonesia lainnya.
(4) TNKB diadakan secara terpusat oleh Korlantas Polri.
(5) TNKB yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri, dinyatakan tidak sah dan tidak\berlaku.
(6) TNKB dipasang pada bagian sisi depan dan belakang pada posisi yang telah disediakan pada masing-masing Ranmor.
Melihat peraturan point 6 dari pasal 39 Perkap No 5 Tahun 2012, memberikan arti mendalam, seluruh pabrikan kendaraan bermotor sudah menyediakan lokasi tepat secara detail penempatan TNKB tepat di pasang pada bagian depan dan belakang kendaraan bermotor.
Maka dari itu, siap-siap apabila Anda melanggar peraturan lalu lintas dengan tidak memasang pelat nomor maka akan dikenakan pasal pidana yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.