Pengalaman Davide Tardozzi Jadi Manajer Tim Balap, Siapakah Pembalap Ducati Paling Sulit Diatur?

Rezki Alif Pambudi - Selasa, 31 Januari 2023 | 21:47 WIB

Davide Tardozzi ungkap pembalap Ducati yang paling sulit diatur (Rezki Alif Pambudi - )

GridOto.comDavide Tardozzi punya karier sebagai manajer tim balap cukup panjang, termasuk kesuksesannya membawa tim Ducati Lenovo menjadi juara bersama Pecco Bagnaia di MotoGP 2022.

Saat merayakan ulang tahun ke-64 pada Senin (30/1/2023) kemarin, Davide Tardozzi menceritakan sedikit pengalamannya sebagai manajer tim balap, khususnya di kubu Ducati.

Setelah pensiun dari dunia balap pada 1992, Davide Tardozzi memulai karier sebagai Manager dengan memimpin tim Ducati Corse di WorldSBK.

Bersama tim Italia tersebut, Tardozzi berhasil mengangkat trofi juara bersama nama-nama besar di WorldSBK.

Mulai dari Carl Fogarty, Troy Corser, Troy Bayliss, Neil Hodgson serta terakhir dengan James Toseland yang juara pada 2008.

Namun secara mengejutkan, Tardozzi memilih pergi dari tim Borgo Panigale pada 2009 dan bergabung dengan BMW tahun berikutnya atau 2010.

Sayangnya karier Tardozzi di BMW tidak berjalan mulus, kemudian berhenti setelah bertahan hanya satu tahun.

Akhirnya pria yang pernah mencicipi balapan WorldSBK dan MotoGP tersebut kembali dipanggil Ducati.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini untuk menjadi Manajer tim Ducati Corse di MotoGP pada musim 2014.

Baca Juga: Tanpa Sean Gelael, Valentino Rossi Akan Balapan di Bathurst 12 Hour Akhir Pekan Ini

Masa itu jadi periode revolusi besar Ducati, begitu juga dengan merekrut Gigi Dall'Igna dalam kurun waktu tersebut.

"Aku menang delapan gelar juara dunia pembalap, aku harus berterima kasih ke Ducati karena mereka memberiku sebanyak itu," kata Tardozzi dilansir GridOto.com dari GPOne.

Sejak saat itu, Tardozzi bekerja dengan Andrea Dovizioso, Andrea Iannone, Jorge Lorenzo, Danilo Petrucci, Jack Miller dan Pecco Bagnaia di MotoGP.

"Aku berteman dengan Bayliss, tapi Fogarty adalah pembalap SBK pertama yang bisa balapan di kejuaraan dunia dan bisa kompetitif. Carl punya talenta luar biasa," sambungnya.

"Fogarty, entah apa yang dibilang orang, sebenarnya dia pria yang pemalu, dia tak segarang yang dibilang orang. Sedangkan Bayliss punya talenta hebat yang bisa digunakannya dalam waktu yang agak telat, tapi tetap saja dia membawa hasil bagus," jelasnya.

Speedweek.com
Danilo Petrucci bersama Davide Tardozzi

Sedangkan Troy Corser dikenalnya sebagai pembalap pemabuk, sering pesta sampai pagi sebelum menjalani balapan.

"Troy Corser pembalap bergaya klasik, salah satu yang tak bisa meninggalkan minum bir. Dia sudah jadi pemalap di era Lucchinelli. Dia suka balapan, tapi dia suka pesta-pesta," ungkapnya.

"Sedangkan James Toseland tak punya talenta seperti lainnya, tapi dia keras kepala, dia punya ambisi untuk ke sana dan punya mental baja. Neil adalah pembalap terkuat tahun itu dan pria yang baik, aku secara manusiawi sangat cocok dengannya. Tapi harus kubilang bahwa aku punya hubungan baik dengan seluruh pembalap," tegasnya.

Jorge Lorenzo dan Pecco Bagnaia adalah pembalap yang paling membutuhkan waktu untuk bisa cocok dengan timnya.

Baca Juga: Tim Repsol Honda Umumkan Lokasi Launching Tim MotoGP 2023, Sayangnya Bukan di Indonesia

"Jorge Lorenzo adalah yang paling membutuhkan waktu untuk memahaminya. Kami berhubungan bagus tapi butuh waktu lama, karena dia datang ke Ducati dengan modal juara dunia lima kali. Jadi kami butuh waktu untuk saling cocok," sambungnya.

"Pecco juga butuh waktu lama, Pecco sangat pintar secara intelektual, kau harus tahu apa yang cocok untuknya, tak semua orang bisa menyenangkan dirinya. Dia juga sangat pemilih soal beberapahal yang berpeluang mengganggunya, ada beberapa hal yang tak boleh bertentangan dalam beberapa situasi," lanjutnya.

Sedangkan Dovizioso punya pendirian kuat dan kadang menyulitkan Tardozzi.

"Aku tak berpikir Dovizioso mudah diatur, karena kadang pendapatnya sulit diubah. Dia pria yang baik tapi dia keras kepala," tuntasnya.