GridOto.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menjelaskan penerimaan dari tarif sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) wajib digunakan sebagian untuk pengembangan moda transportasi umum.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI, Djoko Setijowarno, mengatakan penetapan tarif ERP perlu memperhatikan potensi dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat yang berada dalam kawasan penerapan ERP.
Hal ini mengingat kondisi eksisting yang sejak awal tidak didesain terintegrasi dengan penerapan ERP.
“Yang perlu dipertimbangkan adanya besaran tarif tertentu atau konsep aksesibilitas lain yang berkelanjutan bagi golongan masyarakat tersebut,” kata Djoko dalam keterangan resminya Kamis , (19/1/2023).
Djoko menyebut, pendapatan dari tarif ERP juga wajib dialokasikan sebagian untuk perbaikan sarana dan prasarana transportasi umum.
Oleh karena itu, regulasi terkait hal ini juga perlu dirancang oleh pemerintah daerah setempat.
Menurutnya, pemerintah wajib menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa pendapatan tarif ERP bukan hasil akhir dan pendapatan dari tarif tersebut bukan target pendapatan wilayah.
Ia menambahkan, untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi guna membatasi penggunaan kendaraan pribadi.
Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik.
Baca Juga: Ramai Soal Jalan Berbayar Elektronik, Pengamat Transportasi Sebut Sekarang Waktu yang Tepat
Kalau kebijakan ganjil genap dan 3 in 1, Pemprov. DKI Jakarta lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan, penjagaan dalam penegakan aturan ganjil genap.
Sementara untuk penerapan ERP, Pemprov DKI Jakarta akan mendapatkan pemasukan yang bisa dipakai untuk mendanai subsidi angkutan umum.
Nantinya, dalam rangka penerapan, Dishub DKI Jakarta bisa melakukan uji coba di satu ruas jalan terlebih dahulu. Selanjutnya diterapkan di ruas-ruas jalan yang sudah ditetapkan sebagai ruas ERP.
"Untuk tarif, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kisaran tarif dan perhitungan tarif. Di sisi lain, ia juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif," katanya.
Djoko mengatakan, tarif yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5 ribu – Rp 20 ribu masih terlalu rendah (batas tertinggi bisa mencapai Rp 75 ribu).
"Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum," ucapnya.
Selain menerapkan ERP, Dishub DKI Jakarta juga bisa menerapkan strategi penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota, serta pajak kendaraan progresif.
Menurutnya, yang masih menjadi masalah atau kendala adalah bagi warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta yang belum memiliki jaringan angkutan umum dari kawasan perumahannya dan harus bekerja di Jakarta.
"Sementara layanan angkutan umum menuju Jakarta dari kawasan Bodetabek masih minim. Lain halnya di Kota Jakarta, cakupan layanan angkutan umum sudah dapat mengcover seluruh kawasan permukiman yang ada," tutupnya.