GridOto.com - Sripeni Inten Cahyani yang kini menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Bidang Kelistrikan, bukanlah orang baru di bidangnya.
Perempuan yang akrab disapa Inten ini, pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN pada 2019 silam.
Di bidang kelistrikan, Inten juga pernah menjadi Direktur Utama Indonesia Power, anak perusahaan PLN pada 2016.
Terkait bidang otomotif, Inten bersama Kementerian ESDM kini menekankan pentingnya konversi motor listrik dari basis motor bermesin bakar.
Sebab konversi listrik menjadi salah satu program Kementerian ESDM, demi mendorong penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebanyak 13 juta motor.
Targetnya, hal tersebut juga demi menghentikan impor BBM pada 2030 yang mampu menghemat devisa sebesar 16,7 miliar USD atau Rp 253 triliun per tahun selama 2021-2040 (kurs Rp 15.176 per 1 USD).
Konversi motor listrik juga dinilai menarik, sebab Indonesia tercatat memiliki 126.588.509 unit motor bakar pada 2019 menurut data Kementerian ESDM dari bps.go.id.
"Motor listrik hasil konversi dapat memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Namun pemerintah perlu memberi insentif yang lebih untuk konversi, karena melibatkan jasa dengan skala UKM yang perlu dibina," ujar Inten saat ditemui OTOMOTIF Group, Rabu (11/1/2023).
Di samping itu, motor listrik hasil konversi dinilai efektif dalam mengurangi konsumsi BBM sebanyak 13,4 juta barel per tahun.
Baca Juga: Profil Amelia Tjandra, Pensiun dari Daihatsu Kini Jadi Bos Dealer Chery
"Hasil konversi motor listrik pasti akan digunakan setiap pemiliknya, nantinya ia tidak lagi mengisi BBM pada kendaraan tersebut. Jadi ini langkah konkret dalam mengurangi konsumsi BBM dan perlu kami dorong," ungkap perempuan ramah kelahiran Pati, Jawa Tengah tersebut.
Inten menyebut, pemerintah juga telah merancang aturan agar spek motor listrik hasil konversi yang digunakan bisa sesuai.
"Dalam Permenhub No. 65 tahun 2020, contohnya mengatur motor kelas 110 cc diatur memakai dinamo 2 kW dengan baterai yang bisa disesuaikan. Namun ini masih memiliki tantangan dari penggunaannya semisal dari segi jarak tempuh dan kecepatan yang harus sesuai dengan motor bermesin konvensional," ucapnya.
Bukan cuma itu, konversi motor listrik juga memiliki tantangan dari segi biaya yang perlu dikeluarkan pemilik kendaraan.
Belum lagi, pihak bengkel konversi motor listrik juga menghadapi kesulitan dalam mendapat sertifikasi standar hingga proses uji tipe.
Karena itu, bengkel konversi motor listrik perlu didorong demi mencapai target elektrifikasi kendaraan dan mengurangi konsumsi BBM.
Inten berujar, kendala bengkel tersebut akan coba diatasi dengan membentuk induk bengkel binaan yang telah mendapat sertifikasi dari pemerintah.
"Misalnya BRT (Bintang Racing Team) sebagai contoh induk binaan, mereka melakukan training atas bengkel-bengkel rekanan yang sebaiknya tidak perlu lagi melakukan sertifikasi. Karena nantinya, quality control-nya dari induk bengkel konversi tersebut," terang perempuan pertama yang pernah menjadi bos PLN tersebut.
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM mengusulkan persyaratan menjadi bengkel konversi dipermudah dengan peran bengkel diperbesar menjadi layanan one stop service untuk menjawab tantangan pelaksanaan secara masif.
Baca Juga: Profil Tomy Huang, Bos BRT Dari Balapan Hingga Konversi Motor Listrik
Untuk jumlah konversi secara masif, diusulkan prosedur uji tipenya dilakukan per tipe motor BBM yang dikonversi oleh tiap bengkel konversi bersertifikat.
Sebab jika pengujian motor listrik konversi dilakukan per unit, membutuhkan kesiapan alokasi sumber daya dan daya tampung pengujian yang besar, hingga perlunya lokasi balai uji yang tersebar di berbagai wilayah.
Kemudian diusulkan, ada sistem IT terpadu dalam pengelolaan data surat kendaraan dari Korlantas Polri, yang dapat diakses dan di-input oleh bengkel konversi.
Jika usulan tersebut dilakukan, bisa jadi target 6 juta konversi motor listrik dari Kementerian ESDM pada 2030 dapat tercapai.