GridOto.com - Figur Kukuh Kumara mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan industri otomotif Tanah Air.
Bagaimana tidak, Kukuh sudah menjabat sebagai Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) sejak 2016 silam.
Meski sudah lama berkecimpung di dunia otomotif Tanah Air, tapi siapa sangka bahwa latar belakang Kukuh ternyata sangat jauh dari industri yang kini membesarkan namanya tersebut.
"Saya awalnya kuliah di Akademi Usaha Perikanan, Jakarta jurusan Marine Fisheries Engineering. Setelah lulus, saya kerja di Kapal Latih Perikanan, KM Madidihang, dari tahun 1978 sampai 1985," ucap Kukuh saat dihubungi GridOto.com beberapa waktu lalu.
Saat itu Kukuh menjabat sebagai engineering dan sempat disekolahkan di Shimonoseki Fisheries University, Jepang medio 1981-1982.
Lalu Kukuh memutuskan terbang ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikan di Sam Houston State University (S2) dan Texas A&M University (S3).
Saat menempuh pendidikan tersebut, pria yang hobi berenang ini mengaku jurusan yang diambilnya juga sama sekali tak ada kaitannya dengan dunia otomotif.
Selesai menempuh pendidikan di tahun 1991, Ia mengabdikan dirinya sebagai dosen di Akademi Usaha Perikanan.
Lalu pada 1992 sampai 1993 Kukuh bekerja di salah satu perusahaan sebagai Management Consultant.
Baca Juga: Mengenal Dyonisius Beti, Dulu Ditolak Saat Melamar di Yamaha, Sekarang Jadi Presiden Direktur Barunya
Karier Kukuh di industri otomotif dimulai pada 1993 silam, saat itu dirinya berkiprah bersama General Motors Buana Indonesia dan General Motors Indonesia.
Jika ditotal, Kukuh bekerja dengan agen pemegang merek Chevrolet tersebut selama 12 tahun.
Namun, pria ramah ini akhirnya harus mengakhiri kebersamaannya dengan Chevrolet pada 2005.
"Saya keluar dari GM (General Motors) itu bukan karena saya yang resign, tapi memang GM-nya tutup. Akhirnya saya pindah ke PT Autoliv Indonesia, perusahaan pembuat seat belt," ucap Kukuh.
Di perusahaan tersebut, Kukuh yang saat itu menjabat sebagai Country Manager akhirnya memutuskan pensiun pada 2013.
Tiga tahun berselang atau tepatnya 2016 lalu, Kukuh mendapatkan tawaran untuk menjabat sebagai Sekretaris Umum GAIKINDO.
Berbekal pengalaman panjang bersama General Motors dan Autoliv Indonesia, ia akhirnya menerima tawaran tersebut.
Baca Juga: Figur - Adrianto Djokosoetono, Wakil Direktur Utama Blue Bird, Ternyata Dulunya Sopir Taksi
"Saya diajak oleh pak Johannes Nangoi (Ketua Umum GAIKINDO) untuk jadi Sekertaris Umum. Saya langsung menyetujui ajakkan beliau dan masih bertahan sampai sekarang," tukasnya.
Karier di GAIKINDO
Sebenarnya GAIKINDO bukanlah organisasi asing bagi Kukuh.
Sebab, pria yang gemar melakukan olahraga air ini sudah menjabat sebagai salah satu pengurus GAIKINDO sejak bekerja di GM.
Namun, menjabat sebagai Sekertaris Umum tentunya memiliki tantangan berbeda dan lebih besar.
Ia mengatakan, dirinya bersama rekan-rekan GAIKINDO saat ini harus bisa menjadi penyambung lidah antara pelaku industri dan pemerintah.
"Kami harus bisa menjembatani kepentingan usaha, dalam hal ini anggota GAIKINDO dengan kebijakan pemerintah. Kami memberi masukan ke pemerintah, di satu sisi kami ingin kebijakan pemerintah di bidang otomotif membuat industrinya semakin maju. Itu tantangannya," tukasnya.
Selama berkarier di GAIKINDO, salah satu pencapaian terbesar baginya adalah saat Indonesia berhasil menjadi tuan rumah konferensi International Organization of Motor Vehicle Manufacturers (OICA) 2017 di Bali.
Momen itu dianggap spesial karena sejak saat itu industri otomotif Indonesia mulai dipandang oleh negara lain.
"Sejak saat itu, Indonesia menjadi perhatian seluruh pabrikan mobil dunia. Industri otomotif Indonesia bisa dibilang menjadi terpandang, terlebih produksi kita kan tiap tahunnya selalu di atas 1 juta unit," imbuhnya.
Harapan untuk Industri Otomotif Indonesia
Saat ini, Kukuh yang sudah berfokus di industri otomotif berharap agar Indonesia bisa menjadi pemain terbesar di Asia Tenggara.
Harapan lainnya, Kukuh ingin agar Indonesia bisa memproduksi bermacam jenis mobil, baik konvensional, hybrid, plug-in hybrid, battery electrical vehicle dan fuel cell secara beriringan.
"Jangan kemudian kita memusuhi seolah-olah 'mobil konvensional sudah ketinggalan zaman, kita harus beralih ke mobil listrik', jangan gitu. Biarkan saja secara alamiah masyarakat yang memilih mana teknologi yang paling efisien untuk kebutuhan mereka, jadi jangan dipaksakan," tutupnya.