GridOto.com - Review motor Royal Enfield Hunter 350, usung konsep roadster retro dengan kelengkapan dan teknologi modern.
Awal Agustus lalu (7/8/2022), Royal Enfield secara resmi meluncurkan Hunter 350 di Impact Speed Park Lakeside Arena, Bangkok, Thailand.
Menurut Siddhartha Lal, CEO Eicher Motors selaku induk dari Royal Enfield, Hunter 350 sebetulnya telah dikembangkan sejak 2016 silam.
Sebab Royal Enfield Hunter 350 dibangun dari platform J1 seperti halnya Meteor 350 dan Classic 350 terbaru.
Dibanding kedua saudaranya, pasar yang dituju Hunter 350 adalah generasi muda, sehingga motor dirancang stylish, nyaman, modern, ringan dan mudah dikendarai.
Latar belakang utamanya karena di negara India sebagai tempat Royal Enfield diproduksi dan dikembangkan, 50% penduduknya berusia di bawah 25 tahun.
Seperti apa detail motornya dan bagaimana impresi pertama mengendarainya? Yuk simak.
Varian & Harga
Tersedia varian Hunter 350 Retro dan Hunter 350 Metro, secara umum tampilan Retro lebih sederhana, sedang yang Metro lebih meriah dan stylish.
Baca Juga: Motor Baru Royal Enfield Hunter 350 Punya Varian Retro dan Metro, Apa Bedanya?
Paling kelihatan beda adalah area roda, versi Retro pakai pelek jari-jari dibalut ban tube type berukuran 100/80-17 dan 120/80-17.
Sedang di versi Metro pakai pelek cast wheel atau palang, pakai ban tubeless berukuran lebih lebar yaitu 110/70-17 dan 140/70-17.
Bagian rem juga beda, di versi Retro untuk belakang masih tromol, sedang di Metro sudah cakram di kedua roda.
Makanya sistem ABS yang disematkan juga beda, Retro cuma single channel di depan saja, sedang Metro pakai ABS dual channel.
Master rem depan yang digunakan pun berbeda, sebab versi Retro bertabung kotak layaknya motor umumnya, sedang yang Metro lebih besar dan oval.
Lalu handel remnya juga berbeda, versi Retro handel rem biasa, yang Metro lebih stylish agak melengkung walaupun sama-sama tanpa setelan.
Perbedaan berikutnya ada di bagian lampu-lampu, di versi Retro lampu utama pakai bohlam halogen, sedang yang Metro ada semacam topinya.
Berikutnya lampu sein di versi Retro pakai mika kotak, sedang di Metro bentuk mikanya bulat.
Lalu untuk lampu rem kendati sama-sama berbentuk bulat, di versi Retro masih pakai bohlam, sedang yang Metro pakai LED.
Baca Juga: Bocor Tampang dan Spek Royal Enfield Himalayan 450 Terbaru, Berubah Total
Masih berhubungan dengan lampu, panel sakelarnya pun berbeda. Di versi Retro, panel sakelarnya masih model lama seperti yang dipakai di Interceptor.
Modelnya mengingatkan kita pada saklar Honda Tiger, bedanya di setang kanan bagian depan ada tombol “i” untuk mengganti odometer dan tripmeter.
Perbedaan berikutnya di panel instrumen yang digunakan, di versi Retro lebih sederhana, kalau yang Metro tampak lebih modern.
Selanjutnya yang berbeda joknya. Di versi Retro polos, sedang di versi Metro dibuat bermotif.
Detailnya untuk sisi jok pengendara ada motif garis-garisnya dan di bagian ujung belakang ada bordiran tulisan Royal Enfield.
Perbedaan terakhir yang bisa langsung dilihat adalah ketersediaan standar tengah, di versi Retro absen fitur ini, sedang di Metro ada standar tengahnya.
Lalu berapa harganya? Ternyata cukup terjangkau, seperti diterangkan oleh B. Govindarajan, CEO Royal Enfield saat press conference silam.
Untuk pasar Thailand, Hunter 350 Retro dibanderol setara Rp 54.558.000. Sedang yang Hunter 350 Metro banderolnya sekitar Rp 55.818.000.
Terbilang terjangkau kan? Tapi itu harga di Thailand. Sedang di Indonesia bisa lebih tinggi, mengingat motor di atas 250 cc kena pajak barang mewah sebesar 60%.
Tapi kemungkinan besar harganya masih di bawah Classic 350 dan Meteor 350, sama seperti di Thailand.
Menurut Rajan Pillai, Group Manager, Marketing (APAC) Royal Enfield, Hunter 350 akan masuk Indonesia dalam waktu dekat di tahun ini.
Desain
Desain secara keseluruhan sebenarnya tetap khas Royal Enfield, sebuah motor sport bergaya retro.
Namun, detail yang disajikan menyiratkan kesan sporty, agar sesuai konsep yang diusung yaitu sebuah roadster.
Gaya retronya bisa dilihat dari desain yang serba membulat. Seperti bentuk lampu utama, tangki model teardrop, bodi samping, hingga sepatbornya.
Ditambah rangka double downtube dan tentu saja juga dari desain mesin yang khas, berdimensi besar dengan silinder tegak berpendingin udara.
Lalu unsur sportinya bisa terlihat di beberapa detailnya. Pertama dari dimensi tangki yang dibikin ramping.
Kemudian sudut suspensi depan atau rake yang dibuat rapat hanya 25°, berikutnya tentu saja dari penggunaan roda ukuran 17 inci.
Baca Juga: Tiga Warna Baru Royal Enfield Himalayan di Indonesia, Harga Mulai Rp 128 Juta
Yang juga menunjang kesan sporty tentunya dari bentuk silencer knalpot model pendek dan agak mendongak.
Ditunjang juga dengan desain grafis berkesan sporty walaupun tetap khas retro serta minimnya aksen krom, tapi didominasi warna hitam doff.
Fitur & Teknologi
Hunter 350 dibekali berbagai fitur yang sebagian besar menguatkan konsep modern, sesuai pasar yang dituju yaitu kalangan anak muda.
Salah satu yang terlihat modern adalah panel instrumen yang diusung, kombinasi analog dan digital.
Makin modern karena Hunter 350 juga memiliki fitur Tripper, yaitu sebuah fitur navigasi turn by turn yang bisa terhubung dengan smartphone lewat Bluetooth.
Tapi, Menurut Siddhartha Lal, fitur Tripper ini opsional, bukan bawaan motor. Kalau mau pasang harus beli secara terpisah.
Untuk spidometer pakai analog, sisi luar pakai satuan km/jam dengan angka terbesar 160, sementara yang di sisi dalam untuk satuan mil/jam.
Elemen modern terlihat dari adanya layar digital di bagian tengahnya, berisi fuelmeter, jam, odometer, tripmeter A dan B, eco indicator dan gear position.
Baca Juga: Review Royal Enfield Continental GT 650, Moge Cafe Racer Dua Silinder Seberapa Enak?
Untuk mengganti info antara odometer dan tripmeter, menggunakan tombol bertuliskan “i” di panel saklar setang kanan.
Nah di panel sakelar kiri terdapat beberapa tombol, salah satunya untuk memilih lampu dekat dan jauh yang menyatu dengan passing.
Di panel sakelar setang kanan, juga terdapat tombol serupa, yaitu untuk engine cut off dan starter yang menjadi satu. Selain terdapat juga sakelar untuk hazard.
Balik ke area setang kiri, ternyata terdapat fitur yang bisa dibilang tersembunyi, yaitu sebuah power outlet tipe USB.
Kenapa tersembunyi? Karena diletakkan di bagian bawah as tuas kopling. Jika tak melihat secara detail, pasti enggak akan tahu jika ada fitur tersebut.
Geser ke fitur penerangan, untuk lampu utama dan sein ternyata masih pakai bohlam halogen, namun untuk lampu rem justru sudah pakai LED.
Lanjut ke area kaki-kaki, suspensi depan andalkan suspensi teleskopik berdiameter as 41 mm dengan jarak main 130 mm.
Sementara suspensi belakang model ganda, dibekali dengan setelan preload 6 tingkat dengan jarak main 102 mm.
Rodanya tampak keren pakai pelek palang 5 bercabang, jadinya ada 10 palang. Bagian depan lebar peleknya 3 inci, dibalut ban merek Ceat berukuran 110/70-17.
Sementara pelek belakang lebarnya 4 inci, dikasih ban berukuran 140/70-17 yang kedua bannya sudah tubeless.
Sebagai pengurang laju, kedua roda dikawal rem cakram, depan berdiameter 300 mm yang dijepit kaliper 2 piston.
Untuk rem belakang diameternya 270 mm dan pakai kaliper 1 piston, kedua remnya dikawal dengan fitur keselamatan ABS.
Bukan hanya itu, terdapat pula fitur pendukung lain seperti tangki bensin berkapasitas 13 liter.
Sebagai catatan, yang dibahas di atas adalah fitur varian termahalnya yaitu Hunter 350 Metro.
Di versi Retro Hunter 350 ada beberapa fitur yang absen, seperti yang telah di bahas di bagian varian dan harga.
Riding Position & Handling
Dimensi Hunter 350 terbilang ramah karena tinggi joknya hanya 790 mm, dan dimensi area jok bagian depan dan tangki yang dijepit kaki sangat ramping.
Makanya buat pengendara berpostur sekitar 170 cm, ketika duduk lututnya masih sedikit menekuk. Busa joknya ternyata cukup tebal dan empuk.
Baca Juga: Gravel, Royal Enfield Interceptor 650 Bergaya Scrambler, Tampilan Serba Hitam
Setangnya yang pakai model pipa ketika diraih posisinya netral, tak terlalu rendah maupun tinggi. Tentunya buat harian akan bikin nyaman, sigap dan lincah.
Namun memang terasa cukup jauh, makanya lengan terbilang lurus. Posisi pijakan kaki juga netral, hampir lurus dengan letak jok.
Hasilnya, segitiga berkendara yang dihadirkan terbilang netral, tak terlalu santai seperti halnya naik Meteor 350, dan tak senunduk naik varian Continental GT.
“Saat ini jadi motor Royal Enfield yang paling ringan,” ujar Siddhartha Lal. Bobot Hunter 350 ini 181 kg.
Bukan hanya bisa dicoba di sekitaran hotel tempat menginap di Bangkok, Royal Enfield juga menyiapkan turing di malam hari untuk merasakan handlingnya.
Rutenya dari Bangkok menuju Chang Chui dilanjutkan ke Impact dan kembali ke Bangkok, total jaraknya sekitar 108 km.
Enggah hanya lewat jalan raya yang mulus, rutenya juga lewat jalur blusukan di jalan perkampungan.
Pada saat di Impact juga disiapkan sirkuit gokart, tujuannya untuk merasakan kelincangan motor yang punya jarak sumbu roda 1.370 mm ini.
Sayangnya, sepanjang jalan saat sesi test ride di malam hari turun hujan yang sangat lebat. Jadi enggak bisa pol-polan ngegasnya, termasuk saat di sirkuit.
Baca Juga: Royal Enfield Interceptor 650 Jadi Scrambler Gahar Modal Ubahan Simpel
Tapi tentu tetap bisa dirasakan karakter dari Hunter 350. Yang utama ternyata benar, terasa ringan dan lincah!
Tentunya didapat dari kombinasi bobot yang tergolong ringan, sudut rake sempit dan ban yang mumpuni.
Suspensi depan dan belakang rasanya empuk sehingga bikin nyaman di perjalanan, tapi enggak sampai bikin limbung ketika di kecepatan tinggi. Mantap!
Yang jadi ganjalan paling remnya, ternyata malah lebih responsif yang belakang, sentil sedikit saja ngerem. Sedang depan justru jarak main tuasnya lebih dalam.
Performa
Mesin yang diandalkan Hunter 350 basisnya persis dengan milik Meteor dan Classic 350 berkode J1. Berkapasitas 349,2 cc SOHC 2 katup injeksi berpendingin udara.
Bedanya hanya di mapping fuel dan ignition ECU, dibuat agar lebih responsif di putaran rendah.
Paling menyenangkan dari mesin berasio kompresi hanya 9,5:1 ini selain enggak panas adalah getarannya yang tergolong minim.
Untuk sebuah mesin Royal Enfield, termasuk halus banget! Salah satunya karena dikasih balancer.
Baca Juga: Test Ride Lengkap All New Royal Enfield Classic 350, Makin Nyaman Minim Getaran
Tapi karakter mesin overstroke khas Royal Enfield tentu tetap dipertahankan, dengan bore x stroke 72 x 85,8 mm.
Khasnya adalah punya torsi badak di putaran rendah, sehingga buat melaju santai sangat menyenangkan dan mesinnya sangat rileks.
Torsi maksimalnya mencapai 27 Nm di 4.000 rpm saja, rendah banget kan! Sementara tenaga puncaknya sebesar 20,2 dk di putaran mesin 6.100 rpm.
Tapi, dengan langkah piston yang sangat panjang, putaran mesinnya memang tak tinggi.
Saking besarnya torsi di putaran rendah, ketika pindah gigi tak bisa seperti motor umumnya yang sambil lepas kopling langsung bisa sambil digas.
Harus lebih kalem karena saat transmisi pindah ke gigi lebih tinggi, setelah kopling terlepas sempurna harus dikasih jeda sepersekian detik dulu baru bisa digas.
Kalau kopling belum sepenuhnya lepas dan sudah digas, efeknya jadi mengayun-ngayun karena saking besarnya torsi.
Pindah giginya sangat mudah, halus dan tak mudah nyangkut. Koplingnya pun ringan, jadi jalan perlahan di kemacetan juga tak bikin jari lekas pegal.
Yang unik adalah suara dari knalpotnya yang pakai silincer pendek, terdengar garing dan ada feedback setiap gas ditutup.
Baca Juga: Ekplorasi Nusantara, Royal Enfield Gelar Touring ke Kampung Budaya Sindang Barang, Bogor
Kalau diperhatikan, bentuk dan suaranya mengingatkan pada knalpotnya Kawasaki W175TR.
Berapa kira-kira konsumsi bahan bakar dan top speednya? Tunggu tes lengkapnya nanti setelah resmi masuk Indonesia ya.