GridOto.com - Masyarakat berhak gembira karena mudik Lebaran 2022 bisa dibolehkan pemerintah setelah dua tahun lalu terhalang dengan parahnya dampak pandemi Covid-19.
Sebab mudik Lebaran atau biasa disebut pulang kampung, sejak lama sudah jadi tradisi tahunan yang biasa dilakukan pada bulan Ramadan hingga momen Idul fitri.
Makanya mudik Lebaran jadi momen spesial bagi perantau yang ingin bersilaturahmi ke orang tua atau sanak saudara sekaligus demi melepas rindu akan suasana di kampung halaman.
Karena itu, berbagai moda transportasi hingga kendaraan pribadi rela digunakan masyarakat saat mudik Lebaran.
Meski erat kaitannya dengan pulang kampung, arti istilah mudik awalnya bukan mengacu pada tradisi tersebut sob.
Menurut JJ Rizal, Sejarawan dan Budayawan Betawi, kata mudik justru berasal dari sejarah kaum urban di Jakarta tepatnya dari istilah 'udik'.
"Dahulu Kota Jakarta ini ada di dekat wilayah Barat dan Utara, kemudian orang-orang yang kawasan rumah atau kampungnya berada di luar daerah kota disebut sebagai orang udik," bukanya dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.
Sementara istilah orang udik itu sendiri, diartikan sebagai orang yang tinggal di sebelah Selatan yang jauh dari pusat kota Jakarta.
Kemudian Rizal mengungkapkan, istilah mudik dahulu digunakan untuk kaum urban yang sudah tak sanggup bahkan menyerah tinggal di Kota Jakarta.
Namun seiring berjalannya waktu, makna mudik pun meluas hingga banyak yang mengartikan mudik ini untuk istilah pulang ke kampung halaman.
"Mudik bisa dibilang akarnya dari sejarah urban Jakarta, tapi sekarang mudik sudah jadi istilah umum dan perginya bukan ke Selatan Jakarta saja. Tapi sudah kemana-mana," kata Rizal.
Sejarawan Betawi tersebut menyatakan, istilah mudik juga diperluas oleh masyarakat Betawi tempo dulu.
"Mayoritas orang Betawi juga lah yang ikut memproduksi istilah mudik ini. Jadi arti mudik sebenarnya adalah mereka orang-orang udik yang pindah ke Selatan karena sudah tidak sanggup lagi tinggal di tengah kota Jakarta," paparnya.
Lebih lanjut, perginya kaum urban ke arah Selatan ini bahkan hingga ke berbagai wilayah di luar Jakarta.
Wilayah luar Jakarta yang dimaksud ini yaitu daerah yang sekarang dikenal dengan nama Depok, Bogor, hingga Bekasi.
Sementara itu dilansir dari Kompas.com menurut artikel yang diterbitkan pada 6 Juni 2018, sejarah mudik sudah terjadi sejak zaman kerajaan.
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, kebiasaan mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam.
Di mana kebiasaan ini terjadi di wilayah kekuasaan Majapahit hingga ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.
"Awalnya, mudik tidak diketahui kapan. Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam, " ujar Silverio.
Karena wilayah kekuasaannya yang luas, Kerajaan Majapahit menempatkan pejabat-pejabatnya di daerah-daerah kekuasaan.
Suatu waktu, pejabat itu berkeinginan pulang ke pusat kerajaan untuk menghadap raja dan mengunjungi kampung halamannya.
Menurut Silverio, hal inilah yang kemudian dikaitkan dengan fenomena mudik.
"Selain berawal dari Majapahit, mudik juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan. Terutama mereka balik menghadap raja pada Idul Fitri," terangnya.
Akan tetapi, istiliah mudik baru populer sekitar 1970-an yang membuat kata ini menjadi sebutan untuk perantau yang pulang ke kampung halamannya.
Selain itu dalam bahasa Jawa, masyarakat mengartikan mudik sebagai akronim dari mulih dhisik yang berarti pulang dulu.
Kemudian, masyarakat Betawi juga mengartikan mudik sebagai 'kembali ke udik'.
Dalam bahasa Betawi, udik berarti kampung yang akhirnya secara bahasa mengalami penyederhanaan dari "udik" menjadi "mudik".
Baca Juga: Waspada Bahaya Potensi Microsleep Saat Perjalanan Arus Balik Mudik
Silverio juga berpendapat, mudik zaman dulu sudah berbeda dengan zaman sekarang.
Dahulu menurut Silverio, mudik dilakukan secara alami untuk mengunjungi dan berkumpul dengan keluarga.
Tapi sekarang, mudik juga lekat dengan ajang eksistensi diri misalnya masyarakat yang datang ke kampung untuk membawa sesuatu yang bisa dibanggakan.