GridOto.com - Surat perjanjian damai dan uang Rp 50 juta diberikan ke keluarga korban bocah kembar kecelakaan maut di Pangandaran.
Kecelakaan maut yang menewaskan bocah kembar itu melibatkan dua anggota Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Bandung, Sabtu (12/03/2022).
Usai kejadian itu, kedua anggota HDCI Bandung mengajukan surat perdamaian ke pihak perwakilan keluarga korban.
Melansir TribunJabar.id, ada empat poin yang ditandatangani oleh Iwan Kartiwa (pihak kesatu) selaku perwakilan keluarga korban dan Angga Permana Putra (pihak kedua) dari HDCI Bandung.
Yang pertama, pihak kesatu dan pihak kedua telah menerima bahwa kecelakaan tersebut sebagai musibah dari Allah SWT.
Kedua, pihak kedua Angga Permana Putra memberikan santunan uang tunai kepada pihak kesatu sebesar Rp 50 juta dan pihak kesatu sudah menerimanya.
Ketiga, pihak kesatu dan pihak kedua telah sepakat dan mufakat bahwa perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, serta pihak kesatu tidak akan menuntut di kemudian hari Secara hukum pidana maupun perdata kepada pihak kedua.
Keempat, apabila dikemudian hari ternyata ada pihak lain yang mempermasalahkan kembali permasalahan ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengesampingkan atau tidak menanggapinya dan atau gugur demi hukum.
Bocah kembar itu putra pasangan Wasmo (60) dan Empong (48), warga di Blok Kedungpalumpung, Dusun Babakansari Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Jawa barat.
Baca Juga: Menolak Diam, Budi Dalton Komentari Pengendara Moge Tabrak Bocah Kembar di Pangandaran
Surat perjanjian yang ditandatangani di atas materai itu diketahui oleh Kepala Desa Ciganjeng, Imang Wardiman.
Proses tanda tangan surat tersebut berlangsung di Polsek Kalipucang pada Sabtu (12/03/2022) atau setelah kejadian.
Meski begitu, Didik Puguh Indarto selaku pengamat hukum di Pangandaran menilai surat tersebut banyak kesalahan secara formil maupun materiil.
Secara formil, ada kesalahan penulisan seperti halnya tanggal penandatanganan dan hari kejadian sehingga bisa batal demi hukum.
"Kecelakaan tertulis pada Kamis 13 Maret 2022, padahal kejadian pada Sabtu 12 Maret 2022 dan 13 Maret adalah hari Minggu," ungkap Didik Puguh Indarto.
Didik menegaskan, tanggal dan hari dalam surat perjanjian yang ditandatangani pihak satu dan pihak dua itu salah.
"Kalau kejadiannya hari kamis, lalu yang tertabrak Sabtu 12 Maret siapa," lanjut pengamat hukum di Pangandaran ini.
Ia pun mempertanyakan saksi yang berada di lokasi saat kesepakatan surat tersebut dibuat dan ditandatangani.
Selain itu, pihak dari keluarga korban kecelakaan yang menandatangani tidak menyertakan surat kuasa.
Baca Juga: Proses Hukum Berlanjut, Status Dua Anggota HDCI Bandung Belum Ditentukan
"Ini kan yang bertanda tangan kakak ipar korban, kalau gak ada surat kuasa berarti tidak mewakili bapak atau ibu korban," terangnya.
Kemudian secara materiil, perjanjian itu menekankan bahwa pelaku tidak ingin kena tuntutan hukum dari keluarga korban.
Padahal dalam Pasal 235 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yang menyatakan:
Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman perkara pidana.
"Dari sisi hukum tidak ada bahasa kalau dibayar itu sudah selesai begitu saja, itu tidak ada," terang Puguh.
Ia menegaskan, di dalam undang-undang itu ketentuannya kalau misalkan ada yang rusak itu harus diperbaiki dan kalau sakit harus diobatkan.
Alhasil uang Rp 50 juta itu bukan berarti kasus hukumnya selesai.
"Jadi sebenarnya, uang (Rp 50 juta) itu bukan masalah damainya karena santunan itu merupakan kewajiban dari yang nabrak," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Perjanjian Duit Rp 50 Juta dari Pengendara Moge Untuk Korban Bocah Kembar Banyak Kesalahan