Keren, Universitas Pertamina Kembangkan Baterai Mobil Listrik Berbasis Sodium dan Aluminium

Muslimin Trisyuliono - Jumat, 4 Maret 2022 | 14:40 WIB

Ilustrasi: Praktikum Pengujian Elektrokimia di Laboratorium Instrumentasi Universitas Pertamina (Muslimin Trisyuliono - )

GridOto.com - Tren penggunaan kendaraan listrik di Tanah Air terus meningkat setiap tahunnya.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat, hingga November 2021 jumlah kendaraan listrik di Indonesia telah mencapai 14.400 unit.

Untuk mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik seperti baterai, memang tidak bisa lepas dengan lembaga pendidikan.

Ketua tim peneliti Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina, Sylvia Ayu Pradanawati, menawarkan solusi pemanfaatan sodium dan aluminium sebagai bahan baku utama pembuatan baterai pengganti lithium.

Hal tersebut sebagai alternatif, karena baterai lithium-ion memakan biaya besar sekitar 40 hingga 50 persen dari harga mobil listrik.

"Selain untuk mendapatkan alternatif bahan baku baterai, elektrolit dibuat oleh tim juga terbukti lebih tahan pada suhu tinggi dibanding lithium. Harganya juga lebih ekonomis," ujar Sylvia dalam keterangan tertulis yang diterima GridOto.com, Jumat (04/03/2022).

Sylvia mengungkapkan, selama satu tahun terakhir timnya melakukan pengembangan baterai dengan cara menggantikan elektrolit cair menjadi polimer elektrolit berbahan baku sodium dan aluminium.

Menurutnya jumlah sodim dan aluminium di alam jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan nikel yang merupakan bahan baku lithium.

Selain itu, harganya pun lebih ekonomis yakni baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40 persen dibanding baterai lithium-ion.

Baca Juga: Konversi Motor Bensin ke Listrik Dinilai Masih Mahal, Ahli Komentar Ideal Biayanya Segini

Untuk proses pembuatan elektrolit baterai tersebut terbilang sederhana, garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampur dengan polimer.

"Polimer yang digunakan oleh tim merupakan polimer alami dari alam. Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang cukup baik," ucap Sylvia.

Untuk melengkapi polimer tersebut, Sylvia melanjutkan tim peneliti juga menambahkan fly ash atau abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Fly ash ini berfungsi sebagai filler yang dapat meningkaykan konduktivitas polimer. Pemanfaatan limbah dan garam yang murah ini, diharapkan dapat mengurangi biaya pembuatan baterai serta memperluas aplikasi baterai," pungkasnya.

Sekadar informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Grand Strategi Energi Nasional menargetkan, pada tahun 2030 mendatang jumlah mobil listrik akan mencapai angka 2 juta unit, dan motor listrik sekitar 13 juta unit.