GridOto.com - Rencana penghapusan BBM Premium dan Pertalite dipastikan belum berjalan, karena Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 Tahun 2021.
Perpres yang dimaksud yaitu tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar pada 31 Desember 2021.
Lewat salinan tersebut, terdapat poin penegasan yang menyatakan BBM jenis Premium dengan Research Octane Number (RON) 88 masih dapat didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Bicara mengenai Premium dan Pertalite, Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbel (KPBB) mengatakan, dua jenis BBM tersebut dinilai kurang ramah lingkungan.
Penyebabnya karena Premium (RON 88) dan Pertalite (RON 90) memiliki kadar belerang atau sulfur sebanyak 150 sampai 200 part per milion (ppm).
"Sementara standar Euro 4 yang ditetapkan tahun 2018 memiliki batas maksimal 50 ppm, hal ini bisa berdampak pada kesehatan kendaraan bermotor," ujar Puput dalam Ngobrol Virtual (NGOVI) bertajuk Maju Mundur Penghapusan Premium dan Pertalite, Kamis (6/1/2022).
Menurut Pria yang akrab disapa Puput ini, kerusakan kendaraan bermotor akan terjadi untuk yang sudah mengadopsi standar Euro 4.
"Selain itu, kerusakan kendaraan juga berlaku untuk yang sudah dilengkapi Catalytic Converter," katanya.
Puput menyebut, penggunaan BBM Premium dan Pertalite yang tingkat sulfurnya tinggi bisa merusak Catalytic Converter pada kendaraan.
Baca Juga: Pemakaian BBM Kualitas Rendah Efeknya Bahaya Banget Buat Kesehatan, Masyarakat Rugi Puluhan Triliun
Baca Juga: Pertamina Tunggu Turunan Perpres untuk Hapus BBM Jenis Premium dan Pertalite
"Kerusakan part ini berpengaruh langsung terhadap kinerja kendaraan sebab Catalytic Converter ini terhubung langsung dengan ECU (Electronic Control Unit)," sebutnya.
Puput mengungkapkan, kerusakan Catalytic Converter karena penggunaan BBM oktan rendah akan berdampak pada ECU hingga mesin kendaraan.
"Jadi begitu Catalytic Converter rusak, ia akan memberikan sinyal ke ECU agar kendaraan tidak beroperasi secara normal," ungkapnya.
"Misalnya laju kendaraan akan sangat rendah dibanding kondisi normalnya, contohnya hanya bjsa berjalan di 15 kilometer per jam," lanjut Puput.
Hal tersebut diperparah dengan keluarnya senyawa polutan berbahaya dari kendaraan yang mengkonsumsi BBM oktan rendah tersebut.
"Catalytic Converter yang harusnya mengoksidasi atau mengendalikan emisi berbagai polutan, itu menjadi tidak berfungsi," ucap Puput.
Puput menambahkan, kerusakan kendaraan yang diakibatkan masalah BBM ini akhirnya akan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
"Setelah Catalytic Converter rusak, knalpot akan mengebul dan menghasilkan polutan berbahaya seperti hidrokarbon yang tinggi karsinogenik, Karbon Monoksida dan Nitrogen Dioksida (NOx) yang mematikan," imbuhnya.
"Zat ini ketika tercium atau terhirup sebentar bisa membuat seseorang pusing, pingsan, dan meninggal jika dihirup dalam waktu yang lama," tutup Puput.
Nah, video NGOVI tentang Maju Mundur Penghapusan Premium dan Pertalite bisa kalian tonton di sini sob.