Ada Skema Pajak Baru dan Insentif PPnBM Berakhir Tahun Ini, GAIKINDO Sebut Industri Otomotif Indonesia Sudah Tentukan Langkah

Naufal Shafly - Rabu, 13 Oktober 2021 | 16:05 WIB

Ilustrasi industri otomotif Indonesia (Naufal Shafly - )

GridOto.com - Pemerintah akan memberlakukan skema pajak baru untuk kendaraan bermotor, mulai 16 Oktober 2021.

Hal ini sesuai dengan PP nomor 73 tahun 2019, serta PP nomor 74 tahun 2021 yang menjadi revisinya.

Apabila peraturan tersebut sudah berlaku, maka penghitungan pajak kendaraan bermotor tak lagi berdasarkan jenis kendaraan, roda penggerak, serta kubikasi mesinnya.

Melainkan pajak kendaraan bermotor nantinya akan dihitung berdasarkan emisi gas buang dari masing-masing kendaraan.

Di sisi lain, insentif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) 100 persen juga akan berakhir pada Desember 2021.

Itu artinya awal tahun depan harga beberapa mobil akan berubah karena ada skema pajak baru, serta berakhirnya insentif PPnBM 100 persen.

Lantas, apa yang akan dilakukan industri otomotif Indonesia pada 2022 mendatang? Mengingat ada sejumlah ubahan terkait pajak yang dapat mempengaruhi harga jual unit.

Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, coba berikan pendapatnya.

Baca Juga: Berakhir Tahun Ini, GAIKINDO Bakal Minta Insentif PPnBM Diperpanjang Lagi Tahun Depan?

Baca Juga: Diselenggarakan Mulai 11 November, Ini Syarat Mengunjungi GIIAS 2021

Menurut Kukuh, pelaku industri sudah mengetahui adanya regulasi baru tersebut dan telah menyusun strategi masing-masing.

"Kalau tahun depan, (skema pajak baru) ini adalah goalnya pemerintah, kami akan mendukung apapun kebijakan pemerintah," ucap Kukuh dalam acara Ngovi, Selasa (12/10/2021).

"Kami sebenarnya sudah antisipasi, karena cukup fair dengan peralihan dari skema pajak lama yang mengandalkan bentuk kendaraan dan besaran mesin, beralih ke emisi gas buang," lanjutnya.

Ia menambahkan, saat ini semua dikembalikan ke masing-masing pabrikan.

Jika pabrikan ingin produknya mendapatkan pajak yang murah, maka mereka harus mebuat produk tersebut rendah emisi.

"Jadi kami sudah bersiap, pelaku industri juga sudah tau aturannya, tinggal arahnya mau ke mana," ucap Kukuh.