GridOto.com - Ahmad Safrudin merupakan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB).
Sebagai informasi KPBB sendiri adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berfokus untuk menyikapi soal pencemaran udara di Indonesia.
"KPBB terbentuk tahun 1996, kami berfokus kepada pencemaran udara yang lumayan parah di Indonesia," buka pria yang akrab disapa Puput saat dihubungi GridOto.com, Senin (4/10/2021).
Mulai dari tahun tersebut, KPBB mulai menyusun strategi apa saja yang dapat mengendalikan pencemaran udara di Indonesia.
Puput menyebut ada empat agenda yang dicanangkan, di antaranya ada kualitas bahan bakar, teknologi rendah emisi, tata guna lahan, dan penegakkan hukum.
"Untuk mencapai kualitas udara yang baik maka emisi gas buang kendaraan harus bersih diikuti dengan teknologi yang rendah emisi," kata pria asal Ngawi, Jawa Timur ini.
Diakuinya, faktor dari kendaraan di kawasan padat transportasi menjadi salah satu penyumbang polutan terbesar.
Apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, sangat tinggi tingkat polusinya.
Dikatakan oleh Puput, Jakarta sendiri terdapat hampir 4 juta kendaraan roda empat dan 15 Juta kendaraan roda dua.
Hal ini belum ditambah dengan motor dan mobil dari wilayah Bodetabek yang 60 persen di antaranya "lari" ke Jakarta.
Tidak hanya di kota-kota besar, Kota Solo dengan 200.000 penduduknya juga memiliki tingkat polutan tinggi.
Pasalnya, wilayah tersebut merupakan jalur perlintasan kendaraan dari Jawa Timur ke Jawa Tengah, dan di situ juga terdapat jalan tol serta jalan umum.
"Dengan kepadatan seperti itu lah tingkat polusinya menjadi sangat tinggi," jelas pria 3 anak ini.
Menurut Puput, salah satu hal yang dapat menanggulangi pencemaran udara adalah bahan bakar yang bersih dan berkualitas.
KPBB sendiri telah mengusulkan untuk menghapus bahan bakar Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, dan Dexlite 51.
Bahan bakar bensin dan solar tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan mesin kendaraan yang ada saat ini.
Baca Juga: Figur - Larry Asnan, Chief Yamaha DDS Bali, Ternyata Banyak Bule Beli Motor Buat Dijadiin Rental
Baca Juga: Figur - AKBP Argo Wiyono, Ditunjuk Jadi Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya
"Bayangkan sejak 2007 kan kita sudah mengadopsi standar Euro 2, jadi harus menggunakan bahan bakar minimal Pertamax Ron 91 minimal, kadar belerang ya maksimum 500 ppm (parts per million)," sebut Puput.
Pada 2017, lanjutnya, kita sudah mengadopsi standar Euro 3, kemudian 2018 Oktober kita masuk standar Euro 4 untuk mobil.
Saat ini, yang cocok untuk memenuhi standar Euro 4 itu hanya Pertamax Turbo, kalau solar hanya Pertadex dan Pertadex High Quality.
"Sebenarnya kami juga lagi dorong lagi untuk 2025 standarnya itu jadi Euro 6, dengan cara seperti itu kita bisa menekan emisi, kalau Euro 6 itu maksimum kadar belerang hanya boleh 10 ppm," ungkap pria yang hobi off-road dan traveling ini.
Sebagai informasi, standar Euro 2 itu kadar belerangnya maksimum hanya boleh di angka 500 ppm, kalau Euro 4 itu 50 ppm, baik bensin maupun solar.
Semakin tinggi kadar belerang yang terdapat pada bahan bakar, maka akan semakin mengotori udara.
Ternyata, cara mendapatkan 10 ppm kadar belerang pada bahan bakar itu tidak sulit.
Disebutkan oleh Puput, Pertamina dapat melakukannya dengan cara memodifikasi kilang minyak.
Baca Juga: Resya Napitupulu, Inovasi Pasang Turbo Tanpa Piggyback di Indonesia
"Ibarat memasak tinggal ganti bahan bakunya menggunakan bahan yang bagus," tambah pria yang juga hobi mendaki gunung.
Kalau bensin, RON minimal untuk Euro 6 itu 91 dan 92, tinggal kadar belerangnya saja yang diturunkan.
"Kalau Pertamax 92 itu kadar belerangnya masih 100 kan, tinggal diturunkan saja itu tidak susah," tutup Puput.