Sanksi Buat Truk ODOL Dinilai Terlalu Rendah, Tidak Memberikan Efek Jera, Rugikan Negara Hingga Triliunan Rupiah

Muhammad Ermiel Zulfikar - Minggu, 22 Agustus 2021 | 17:50 WIB

Truk ODOL yang melaju terlalu lambat di tol. (Muhammad Ermiel Zulfikar - )

GridOto.com - Keberadaan truk bermuatan lebih atau istilah bekennya ODOL (Over Dimension and Over Loading), masih jadi permasalahan di Indonesia.

Tidak hanya berbahaya dan bisa memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas, keberadaan truk ODOL juga merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Hal itu dikarenakan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional yang membengkak, akibat kerusakan yang ditimbulkan truk ODOL.

Djoko Setijowarno selaku Pengamat Transportasi, menilai jika sanksi yang diberikan untuk truk ODOL masih terlalu rendah, sehingga tidak memberikan efek jera bagi para pelakunya.

Bahkan, sudah ada unsur kesengajaan antara pemilik barang dan pemilik kendaraan melakukan pelanggaran muatan lebih (overload), menggunakan kendaraan berdimensi lebih.

"Di Indonesia, sekitar 90 persen lebih pengusaha besar pemilik barang berkontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada berdimensi lebih (over dimension)," ujar Djoko dalam keterangan resminya yang diterima GridOto.com, Minggu (22/8/2021).

"Sudah barang tentu semua armada truk yang berdimensi lebih tidak memiliki surat uji berkala (kir) resmi," imbuhnya.

Lebih lanjut, Djoko juga menilai sistem yang digunakan untuk memerangi truk ODOL sudah usang dan kurang mengikuti perkembangan teknologi terkini.

Baca Juga: Siap-siap, Truk yang Bawa Muatan Berlebih alias ODOL Bakal Dipantau Via GPS

Baca Juga: Rawan Disundul dari Belakang, Ini Upaya Astra Tol Cipali Berantas Truk ODOL yang Melaju Terlalu Lambat

Belum lagi kerap terjadi desakan atau permintaan oknum aparat terhadap petugas ketika menemukan terjadinya pelanggaran, entah dalam bentuk kelebihan muatan, kelebihan dimensi atau keduanya.

"Dengan sistem seperti sekarang, masih membuka peluang untuk melakukan kecurangan dalam pengoperasian jembatan timbang," tutur Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat ini.

Oleh sebab itu, Djoko pun berharap agar sistem, teknologi dan sanksi untuk menangkal truk ODOL ini segera dibenahi.

"Di banyak negara, upaya menekan kendaraan barang ODOL tidak hanya penyempurnaan sistem dan teknologi, akan tetapi juga dibarengi penegakan hukum dengan sanksi pidana maupun denda yang cukup tinggi," papar Djoko lagi.

Enggak cuma itu, Djoko juga meminta agar pemerintah menaikkan besaran sanksi denda bagi para pelaku truk ODOL, untuk memberikan efek jera bagi para pelakunya.

"Membandingkan dengan praktek membendung truk ODOL di mancanegara, sanksi denda cukup tinggi, sehingga dampaknya ada efek jera bagi yang melanggar untuk tidak mengulanginya lagi," pungkasnya.

Saat ini, penegakan hukum kelebihan muatan sudah tercantum dalam UU LLAJ (pasal 307) dikenakan sanksi pidana kurungan 2 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu.

Jika dibandingkan dengan Korea Selatan, bagi pelanggar memanipulasi alat dalam kendaraan dan tidak mematuhi aturan beban, akan diberikan sanksi penjara satu tahun dan denda sekitar 10 juta Won atau setara dengan Rp 145 juta.

Sementara Thailand mengenakan denda mencapai 100.000 Baht atau 3.300 USD yang setara Rp 47,8 juta.