GridOto.com - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) tanggapi rencana pemerintah, untuk menghapus Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan menggantinya dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pemerintah berencana untuk menerapkan multi tarif PPN, yakni 5 persen atas barang yang dibutuhkan masyarakat dan 25 persen untuk barang mewah.
Bob Azam selaku Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal TMMIN mengungkapkan, apabila hal tersebut direalisasikan tentu akan berdampak pada harga jual mobil baru.
"Pemerintah ini menebar berita di saat orang lagi berjuang keluar dari krisis adalah tidak tepat ya. Malah secara keseluruhan akan meningkatkan harga kendaraan yang diproduksi dalam negeri," kata pria yang akrab disapa Bob ini kepada GridOto.com, Jumat (23/7/2021).
Bob mengungkapkan, penerapan pajak berdasarkan tingkat polusi atau carbon tax untuk kendaraan bermotor yang rencananya berlaku mulai Oktober 2021 saja akan menaikkan harga barang yang diproduksi dalam negeri.
"Seperti LCGC dari 0 persen menjadi 3 persen, Low MPV dari 10 persen ke 15 persen-40 persen tergantung emisinya, dan Medium MPV dari 20 persen menjadi 40 persen tergantung emisi," imbuhnya.
"Kalau ditambah lagi PPN yang naik dari 10 persen ke 15-25 persen, tidak terbayang berapa besar penyusutan market di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih," sambung Bob.
Ia menyampaikan, jika market stagnasi maka tujuan industrialisasi kendaraan bermotor (KBM) akan gagal dan berdampak ke berbagai mata rantai seperti komponen, industri jasa keuangan, asuransi dan lainnya.
Ditambah dengan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang masih memprihatinkan, membuat kapasitas utilisasi di pabrik masih rendah.
Baca Juga: Harga Toyota Fortuner Juli 2021 Masih Dapat Insentif PPnBM 50 Persen, Berikut Simulasi Kreditnya
Baca Juga: Simulasi Kredit Toyota Kijang Innova Plus Diskon PPnBM 50 Persen, Segini Besar DP dan Angsurannya
Belum lagi pasar otomotif nasional yang masih terpuruk, dan penjualan diprediksi hanya mencapai 750.000 unit selama 2021 ini.
"Selain itu, daya beli masyarakat juga belum mendukung untuk diterapkan berbagai pajak tambahan yang agresif," pungkas Bob.