GridOto.com - Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mempercepat pengembangan kendaraan berbasis listrik berserta ekosistemnya di dalam negeri, guna mengurangi emisi karbon.
Salah satunya lewat skema penetapan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor, berdasarkan PP Nomor 73 Tahun 2019 yang mulai berlaku dua tahun setelahnya atau Oktober 2021 nanti.
Adapun PP Nomor 73 Tahun 2019 ini dengan rinci mengatur pengenaan pajak untuk kendaraan elektrifikasi seperti hybrid, PHEV serta mobil listrik murni (Electric Vehicle/EV).
Dengan adanya peraturan tersebut, secara tidak langsung memberikan lapangan bermain yang adil untuk para pelaku industri otomotif Indonesia.
Karena semua pabrikan akan menggunakan perhitungan dari regulasi yang sama untuk ‘menggodok’ produk mereka di segmen kendaraan elektrifikasi.
“Sekarang bolanya dari para pelaku, dari para anggota GAIKINDO, apakah mereka mau bermain di situ,” ujar Kukuh Kumara, selaku Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) kepada GridOto.com, Kamis (14/1/2021).
“Karena regulasi sudah disediakan, infrastrukturnya juga sedang dibangun, tinggal mereka pilih mau ikut bermain atau tidak,” tambahnya.
Baca Juga: Melihat Kemungkinan Hadirnya Mobil Listrik Honda di Tanah Air Tahun Ini
Meski begitu, Kukuh pun mewanti agar para pabrikan tidak serta-merta langsung ‘jor-joran’ untuk terjun di segmen kendaraan elektrifikasi setelah PP tersebut berlaku.
Mengingat daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya berada di kisaran Rp 300 juta ke bawah, sementara harga mobil listrik maupun elektrifikasi untuk saat ini masih di atas angka tersebut.
“Tapi bukan tidak mungkin kalau ternyata harga mobil elektrifikasi, khususnya hybrid, bisa lebih terjangkau berdasarkan regulasi yang baru. Karena konsumen Indonesia pun sudah mulai bergerak ke sana,” tukas Kukuh.
“Maka dari itu proses peralihannya tetap harus dijaga, karena bisa menjadi pintu masuk konsumen ke mobil elektrifikasi dan full electric setelahnya,” pungkasnya.