GridOto.com - Bagi pengendara yang melakukan pelanggaran lalu lintas, baik di Indonesia maupun luar negeri tentu akan sama di mata hukum.
Namun, ada pengalaman tak terlupakan bagi Efran Yuniarto, selaku anggota Motor Besar Indonesia (MBI) saat touring ke Australia dan New Zealand.
Ia pun membagikan ceritanya ketika salah satu teman touringnya terkena tilang di negara tersebut.
"Jadi ada beberapa teman yang kena tilang di sana. Rata-rata kecepatan di sana maksimum cuma 100 km/jam. Jika melebihi, dendanya saja tinggi banget," kata Efran kepada GridOto.com, Minggu (12/7/2020).
Baca Juga: Gak Sadar Pelat Nomor Hilang, Sebaiknya ke Samsat atau Bikin di Pinggir Jalan?
"Bahkan jika diakumulasikan tagihan denda bisa sekitar Rp15 juta, nanti data kita bisa dikirim ke Indonesia. Karena ketika kita di sana sewa motor, otomatis data kita sudah tercatat. Jadi, surat tilang itu akan datang ke Indonesia melalui Samsat. Karena jika kita tidak membayar kita tidak bisa ke negara itu lagi," tuturnya.
Tak hanya itu, ia menjelaskan bahwa di negara tersebut banyak sekali Polisi yang bersembunyi di semak-semak untuk menangkap pelanggar lalu lintas.
"Jadi memang gak kelihatan. Itulah yang sering sekali tidak diperhatikan, karena kita melihat jalanan sepi," ucapnya.
Namun yang bisa dikagumi menurut Efran dari sistem tilang ini adalah kemudahan prosesnya. Polisi sama sekali tidak menyita surat-surat, apalagi kendaraan.
Prosesnya pun efisien, pemberitahuan cukup lewat surat, dan pelanggar diberi waktu yang cukup untuk melakukan pembayaran. Walau hukuman cukup berat dari sisi keuangan, proses hukuman tidak mesti bikin stress rakyat.
Baca Juga: Mau Bayar Denda Tapi Surat Tilang Hilang, Apa Yang Harus Dilakukan?
Ia menegaskan, berbicara soal tilang-menilang di Australia, jangan pernah berpikir untuk mencari "damai di tempat."
"Bahkan jika pelanggar mencoba membujuk menawarkan sesuatu, bisa dijamin tilangannya akan bertambah berlipat-lipat, atau malah dibawa ke pengadilan karena mencoba menyuap petugas," paparnya.