GridOto.com - Terbangnya pembalap dan motor setelah melewati gundukan adalah daya tarik utama dari balap motocross.
Tapi siapa sangka, proses jumping dalam balap motocross tidak asal-asalan ngegas dan loncat, tapi penuh perhitungan fisika.
Seperti balapan trek aspal, balapan motocross juga harus melewati racing line tertentu agar bisa melewati trek dengan waktu sesingkat mungkin.
Bedanya, racing line yang dimaksud di motocross bukan sisi terdalam tikungan atau beberapa rute yang bagus lainnya seperti halnya balapan di atas aspal.
Baca Juga: Lawan Rasisme, Lewis Hamilton Dapat Dukungan Penuh dari Formula 1
Tapi, racing line yang paling menentukan adalah cara melewati obstacle atau rintangan yang dilakukan para pebalapnya.
Biasanya pembalap motocross diberi beberapa pilihan dalam melewati rintangan.
Misal, jika ada tiga bukit yang tidak terlalu jauh jaraknya, pilihan pertama pembalap bisa langsung melewati rintangan dalam sekali melompat.
Atau pilihan keduanya jika ancang-ancang tidak terlalu kuat, pembalap bisa melaju dengan tetap menempel ke tanah untuk melewati tiga bukit itu.
Bisa juga hanya jumping melewati dua bukit dan bukit terakhir dilewati dengan jumping atau tetap melekat ke tanah.
Lebih efektif mana antara cara pertama, kedua, dan ketiga?
Baca Juga: Balap F1 2020 Segera Dimulai, Lewis Hamilton Masih Ngeri Virus Corona di Negaranya
Sebenarnya semuanya tergantung dengan treknya, sebelum bukit itu pembalap bisa ancang-ancang dulu atau tidak, ukuran bukitnya besar atau kecil, dan banyak faktor lainnya.
Jika pembalap memilih cara pertama untuk melakukan jumping agar melewati semua bukitnya, caranya tidak sembarangan.
Ada hitung-hitungan fisikanya sob.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya jumping pembalap motocross.
Kecepatan pembalap harus tepat, tidak boleh lebih atau kurang.
Kalau kurang ya lompatan yang dilakukan tidak sampai target, kalau berlebihan ya tebak saja sendiri gimana jadinya.
Baca Juga: Benarkah Danilo Petrucci Akan Gantikan Cal Crutchlow? Ini Jawaban Bos Tim LCR Honda
Jadi kecepatan itu harus diperhitungkan dengan jarak antara dua puncak bukit, termasuk juga dengan sudut kemiringan bukit.
Gerakan motor trail melompat melewati bukit itu termasuk gerak parabola dalam ilmu fisika.
Nah, sekarang kita coba soal mencari nilai kecepatan motor agar bisa melewati suatu obstacle.
Misal saja kita anggap ketinggian puncak bukitnya sama.
Jarak antara kedua puncak bukitnya 10 m, sudut elevasi bukit lompatannya 45 derajat, berapa kecepatan optimum agar motor bisa melewati bukit itu?
dimana x=jarak antara dua bukit, A= sudut elevasi, Vo=kecepatan awal, g=percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s2)
Dengan menggunakan rumus gerak parabola di atas, didapatkan kecepatan awal adalah 35,65 km/jam.
Baca Juga: Bos Dorna Sports Ragu Fabio Quartararo Bisa Hentikan Dominasi Marc Marquez
Jadi sang pembalap harus melompat dengan kecepatan awal segitu agar lompatannya sempurna.
Pembalap motocross profesional (misal pebalap MXGP) memang tidak menghitung secara rinci berapa kecepatan mereka saat melompat.
Tapi dengan latihan dan pengalaman, mereka tidak perlu menghitung secara rinci karena sudah memahami perkiraan kecepatan untuk melewati suatu obstacle.
Jadi mereka akan memperkirakan berapa kecepatan motor saat akan melompati suatu obstacle.
Lebih lanjut, masih banyak faktor lainnya yang mempengaruhi keberhasilan pembalap saat jumping.