Ini Komentar Psikolog Soal Rencana Tes Psikologi Untuk Pembuatan SIM

,M. Adam Samudra - Kamis, 13 Februari 2020 | 19:20 WIB

Kanit Regident Satlantas Polrestabes Surabaya, AKP Sigit Indra menunjukkan Smart SIM yang sudah bisa didapatkan pemohon SIM yang mengurus di Satpas Colombo, Rabu (9/10/2019). (,M. Adam Samudra - )

GridOto.com - Pengendara di Indonesia sedang dihebohkan dengan rencana tes tambahan untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM).

Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Aulia Iskandarsyah pun menanggapi soal rencana penerapan tes ini untuk pembuatan dan perpanjangan SIM.

"Sebetulnya wacana untuk menggunakan tes psikologi di SIM itu menurut saya bagus, hanya yang harus diperhatikan adalah pelaksanaanya," kata Aulia kepada GridOto.com di Jakarta, Kamis (13/2/2020).

"Jadi jangan sampai terjadi seperti tes tertulis sebelum-sebelumnya," sambungnya.

(Baca Juga: Berlaku Mulai 24 Februari, Pemohon SIM Diwajibkan Lolos Tes Psikologi)

Aulia menilai, dengan adanya tes psikologi bertujuan untuk memberikan gambaran kematangan individual seseorang. 

"Karena test psikologi itu tidak bisa dikerjakan orang lain, harus dia yang mengerjakan sendiri," ucapnya lagi.

Menurut dia, ada beberapa yang perlu diperhatikan oleh pihak Kepolisian agar tes psikologi saat pembuatan dan perpanjangan SIM ini berjalan dengan baik.

"Pertama, instrumen pengukuran psikologinya harus baik, kedua, pelaksanaanya harus sesuai dengan standar pedoman baku, sehingga nantinya hasilnya dapat merepresentasikan orang tersebut," papar Aulia.

(Baca Juga: Mobil Dinas Pemprov Jawa Barat Sudah Setahun Lebih Parkir di Mall, Ternyata Ini Cerita di Baliknya)

Sebelumnya diberitakan, Polres Sukoharjo, Jawa Tengah juga bakal menerapkan langkah yang sama.

Dilansir dari akun Instagram  @satpas_sukoharjo, Selasa 11 Februari 2020, tes tersebut akan dimulai pada 24 Februari tahun ini.

Menurut polisi, tes psikologi penting untuk diterapkan.

Apalagi berdasarkan data, kecelakaan lalu lintas bukan hanya dikontribusikan dari kelalaian semata. Melainkan juga disebabkan psikologi pengemudi.

Seperti tak sabar karena macet, dikejar waktu, terobos lampu merah, atau mengambil jalur orang lain.

Sementara itu, jika pengemudi memiliki pemahaman risiko ketika mengemudi, risiko kecelakaan bakal minim terjadi.