GridOto.com - Dua orang dari pihak pelatihan (kursus) mengemudi di Depok, Marcell Kurniawan dan Roslianna Ginting, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 3.
Mereka ingin frasa 'belajar sendiri' yang selama ini menjadi salah satu cara masyarakat bisa memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) dicabut.
Menanggapi hal ini, Edison Siahaan, selaku Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) pun ikut berkomentar.
Edison menyebut SIM adalah legalitas yang diberikan Negara (Polri) kepada warganya, bahwa pemegang SIM itu sudah memiliki kompentensi menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya dan mengerti tentang keselamatan dirinya maupun orang lain.
(Baca Juga: Ingat Jika Alami Kecelakaan! SIM dan STNK Jangan Mau Disita Kecuali Petugas)
"Tentu memperoleh SIM harus melalui test teori maupun praktik yang dilakukan oleh Polri. Memang proses mendapatkan SIM terbilang terlalu cepat sehingga potensi terjadi pelanggaran atau kong kalikong antara pemohon dengan oknum petugas," kata Edison kepada GridOto.com di Jakarta, Sabtu (1/2/2020).
Oleh karena itu, setiap pemohon harus lebih dulu memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bisa diperoleh lewat pendidikan formil, seperti kursus atau belajar kelompok dengan menghadirkan instruktur yang profesional.
Namun menurut Edison, sertifikat tidak memberikan jaminan tercapainya maksud dan tujuan SIM itu.
Oleh karena itu, sertifikat tidak boleh dijadikan persyaratan untuk memperoleh SIM.
(Baca Juga: Sindikat Pembuat SIM Palsu di Surabaya Dibongkar! Modal Internet Warnet Bisa Raup Rp 400 Ribu Untuk Satu SIM)
"Karena sertifikat hanya untuk menjelaskan bahwa seseorang pernah belajar untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengemudi, bukan untuk persyaratan memperoleh SIM," paparnya.
"Setuju ada sekolah mengemudi dengan tujuan meningkatkan kompetensi bukan untuk keperluan bisnis," sambungnya.