GridOto.com - Mungkin kamu pernah alami serempetan dengan kendaraan lain.
Dan karena kamu dianggap bersalah, korban kemudian minta ganti rugi atau malah langsung minta SIM dan STNK untuk disita sementara.
Dalihnya SIM dan STNK disita, sebagai jaminan untuk langkah kekeluargaan yang dituntut oleh yang merasa jadi korban kecelakaan.
Meski tidak dibenarkan hukum, tampaknya “menyita” sementara SIM dan STNK Penabrak sudah menjadi tradisi yang dilakukan para korban tabrakan.
(Baca Juga: Penyebab Kecelakaan Bus di Subang Terungkap, Komponen Rem Angin Ternyata Dimodifikasi)
Menanggapi hal itu, Kasat Lantas Wilayah Jakarta Barat Kompol Hari Admoko mengatakan bahwa hal itu tergantung kesepakatan saja.
"Yang jelas berhak menyita SIM dan STNK hanya Polisi, kalau kasus itu diselesaikan sendiri oleh para pihak yang terlibat kecelakaan maka itu tinggal kesepakatan para pihak saja karena di luar sepengetahuan Polisi. Tapi kalau merupakan kesepakatan para pihak dan sebagai jaminan ya silahkan saja," kata Kompol Hari Admoko kepada GridOto.com, Sabtu (1/2/2020).
Hari mengaku, tak seharusnya yang menjadi korban menahan surat-surat si penabrak.
Hari juga berpesan agar korban tidak asal main hakim sendiri.
(Baca Juga: Demi Tekan Angka Kecelakaan, Kemenhub Kumpulkan 380 Operator Bus)
Pasalnya, budaya main hakim sendiri membuat seserang pelaku kecelakaan takut untuk langsung bertanggung jawab menolong korbannya.
Di Indonesia, pengemudi yang menjadi pihak yang menabrak biasanya dihantui budaya main hakim sendiri. Apa yang mesti dilakukan?
"Kalau terjadi kecelakaan dan takut terjadi persekusi segera lapor polisi atau minta perlindungan pada instansi terdekat," pesannya.
Ketakutan akan terjadinya main hakim sendiri dinilai bisa dimaklumi.
Namun, bukan berarti jadi pembenaran bahwa pengemudi yang menabrak bisa kabur melarikan diri.