GridOto.com - Munculnya ojek online di kawasan perkotaan yang supermacet pada jam-jam sibuk seperti di Jakarta, memang bagaikan oase di padang pasir.
Meski kemudian akhirnya konsumen harus rela merogoh koceknya dalam-dalam lantaran mengandalkan ojek online untuk keperluan transportasi sehari-hari.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, mengatakan, pada tahun 2011-2018, ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) Indonesia melakukan survei VFO (Visual Frequency and Occupancy) untuk mengobservasi volume angkutan umum di Jakarta.
Ia mengatakan, pada data tersebut ditemukan penurunan penumpang angkutan umum hingga mencapai 30%.
"Parahnya lagi, di survei lain yang juga dijalankan ITDP, ditemukan angka yang signifikan di mana 58% pengguna ojek online ternyata adalah pengguna angkutan umum," kata Djoko kepada GridOto.com di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
(Baca Juga: Pelayanan Transportasi di Bandung Juga Kena Dampak Banjir Jabodetabek, Ini Alasannya)
Data ini menegaskan, penumpang angkutan umum cenderung memilih ojek online sebagai moda transportasi andalan yang sangat berpengaruh pada berkurangnya jumlah pengguna angkutan umum di Jakarta.
Djoko mengaku, kebijakan integrasi transportasi umum perkotan sudah lama didengungkan, namun belum bisa terwujud sempurna hingga sekarang.
"Apabila menggunakan KRL Jabodetabek relatif murah. Namun ongkos perjalanan dari tempat tinggal menuju stasiun kemudian dari stasiun tujuan menuju tempat bekerja dapat lebih mahal," tegasnya.
Ia mencontohkan, jika membawa kendaraan pribadi harus membayar parkir di stasiun.
Total ongkos yang dikeluarkan untuk bertransportasi bisa mencapai rata-rata di atas Rp 30 ribu setiap hari.
(Baca Juga: Efek Banjir Jakarta, Beberapa Driver Ojek Online Matikan Aplikasi, Pilih 'Ngopang' Demi Hindari Risiko)
Bahkan dari hasil penelitian Badan Litbang Perhubungan tahun 2013, menyebutkan pengguna KRL Jabodetabek mengeluarkan 32 persen dari pendapatan tetap bulanan untuk belanja transportasi rutin.