GridOto.com - Mungkin belum banyak yang tahu dengan Taru Rinne, padahal dia adalah pembalap wanita pertama yang bikin sejarah di ajang balap motor MotoGP.
Balapan MotoGP meski terkesan cowok banget, tapi enggak melarang partisipasi wanita walau jumlahnya memang enggak sebanyak cowok.
Nah kalau ngomongin Taru Rinne, apa sejarah yang ditorehkan di ajang yang dulunya bernama World GP ini sih?
Ternyata dia adalah wanita pertama yang enggak sekadar berkompetisi saja, tapi juga berhasil mendapatkan poin di balapan kelas GP125.
(Baca Juga: Belum Banyak yang Tahu, Ternyata Pembalap Ini Pelopor Nikung Knee Down)
Taru Rinne yang asli Finlandia pada tahun 2019 sudah berusia 51 tahun alias lahir pada tahun 1968.
Ia enggak memulai karirnya dari balap motor tapi memulainya dari ajang balap gokart.
Di Finlandia, saat itu balapan gokart dipenuhi nama-nama yang kelak jadi legenda F1 seperti Mika Hakkinen, Mika Salo, hingga Jyrki Jarvilehto.
Malah pada tahun 1979, Taru Rinne jadi juara Finnish Karting Championship kelas 85 cc, sedangkan Mika Hakkinen cuma jadi juara kedua.
Lalu pada tahun 1980 di kelas yang sama, Taru Rinne jadi juara kedua di belakang Mika Salo, sedangkan Hakkinen malah cuma urutan keempat.
Pada tahun 1983, Rinne jadi juara lagi di kejuaraan gokart tersebut, namun kemenangannya dianulir sebab pada balapan terakhir timnya menggunakan bahan bakar yang tidak sesuai spesifikasi.
Kiprah Rinne memang berakhir di ajang gokart, tapi justru hal tersebut malah membuatnya lanjut ke balap motor pada tahun 1987.
Tahun 1988, Rinne dikontrak Honda untuk balapan di kelas GP125 dengan motor RS125.
Namun pada tahun 1989 Rinne jadi dikenal dunia dengan julukan "The First Lady of Fast" sebab ia menyelesaikan musim tersebut dengan 23 poin.
Yah meski dengan 23 poin itu Rinne hanya berada di urutan ke 17, tapi jumlah total peserta di GP125 pada tahun 1989 ada 44 orang. Berarti sudah lebih baik dari setengah peserta lainnya.
Namun karir Taru Rinne di balap motor memang enggak panjang sebab ia mengalami kecelakaan pada tahun 1991 di seri kesepuluh yang digelar di sirkuit Paul Ricard, Prancis.
Namun bukan cedera parah di pergelangan kaki membuat Rinne enggak bisa balapan lagi, melainkan sepucuk surat dari Bernie Ecclestone yang saat itu memiliki kuasa untuk menentukan apakah seorang pembalap bisa lanjut balapan atau tidak.
Dikutip dari motoress.com, Taru Rinne menyebut kalau surat yang diterimanya itu adalah kekecewaan terbesar dalam hidupnya.
Namun bukan berarti kisah balapan Taru Rinne berakhir, ia sempat merasakan balapan lagi pada di balapan lokal Finlandia, hingga di GP Jerman pada tahun 1993.
Meski enggak sampai ke kelas para raja alias GP500, kisah Taru Rinne di balapan GP125 sudah sangat membanggakan dan membuka mata dunia kalau cewek juga bisa ngegas dengan kencang (dan benar).
Dari Taru Rinne ini muncul lagi pembalap-pembalap wanita yang akhirnya sukses juga menorehkan poin di balapan GP seperti Katja Poensgen, Ana Carrasco, hingga Maria Herrera.
Rinne sempat mengomentari kemenangan Ana Carrasco di balapan FIM SuperSport 300 pada tahun 2018 lalu.
"Saya senang sekali melihat Ana merebut gelar itu. Memang saya selalu senang ketika melihat ada wanita yang sukses di balapan. Yang Ana lakukan adalah sesuatu yang sangat saya hormati," ungkapnya sebagaimana dikutip GridOto dari FIM-live.
Semoga saja bisa ada penerus Taru Rinne dari Indonesia ya, sebab di sini memang banyak wanita yang bisa kencang kalau naik motor.
Walau masih banyak juga tuh yang asal kencang tapi asal-asalan, tapi kalau dilatih dan diniatkan siapa tahu juara MotoGP pertama dari Indonesia adalah seorang wanita. Hehe...