GridOto.com - Bukan rahasia lagi kalau penerbitan Bukti Lulus Uji (BLU) menggunakan buku uji memiliki beberapa kelemahan.
Beberapa yang paling berdampak buruk adalah mudahnya oknum menerbitkan buku uji palsu, serta mudahnya memalsukan data yang terdapat di dalam buku uji itu sendiri.
Hal tersebut diungkapkan oleh Buang Turasno, Kasubdit Uji Berkala Kendaraan Bermotor di
kantornya di Jakarta Pusat.
Untuk itu, BLUe (Bukti Lulus Uji Elektronik) mencoba untuk meminimalisir pemalsuan dokumen
Bukti Lulus Uji tersebut melalui smart card dan QR Code yang unik.
Pertama, BLUe yang terdiri dari smart card beserta dua sertifikat dan dua hologram dengan
banderol Rp 25 ribu itu hanya bisa diterbitkan oleh Balai Uji yang sudah terakreditasi.
Dan untuk memiliki akreditasi tersebut, balai uji yang terdapat di berbagai kabupaten kota di
Indonesia harus menempuh tahapan kalibrasi.
“Tahapannya adalah kalibrasi, akreditasi, lalu smart card, jadi tidak mungkin suatu unit balai
pengujian yang belum terakreditasi bisa menerbitkan smart card,” jelasnya.
Kemudian tidak seperti buku uji, para oknum akan kesulitan untuk ‘memainkan’ data di dalam
smart card, yang terdiri dari identitas pemilik kendaraan, identitas kendaraan, dan foto
kendaraan dari 4 sisi yaitu dari depan, belakang, kiri, dan kanan.
“Yang bicara lulus atau tidak itu sistem yang standar-standar kami kunci dari sini, jadi tidak bisa
diubah sembarangan,” tukasnya.
Buang mengatakan bahwa data yang ada dalam smart card tersebut dapat diperlengkap
dengan data yang dimiliki oleh pihak kepolisian.
“Tapi itu tergantung dari ajakan kepolisian, kalau mereka mengajak kami pasti akan menyambut
dengan baik,” ucap Buang.
Direktorat Perhubungan Darat sudah menerapkan BLUe sejak awal tahun 2019 di kabupaten
Banyumas.
“Agustus kemarin baru diluncurkan secara resmi, tapi sebenarnya sejak akhir Januari sudah
dilaksanakan pertama kali di kabupaten Banyumas, kalau tidak salah 20 atau 21 Januari lalu,”
ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa hingga saat ini BLUe sudah diterapkan di 38 kabupaten kota dalam 7
provinsi di Indonesia, dengan target paling tidak 250 unit Balai Uji pada akhir tahun ini.
Buang memaparkan bahwa jumlah Balai Uji yang sudah menerapkan BLUe bisa lebih tinggi
lagi, karena angka tadi belum termasuk daerah yang sistemnya sudah terintegrasi namun
masih menunggu anggaran dan perubahan perda.
“Di Perdanya masih menyatakan hasil lulus itu menggunakan buku uji dan pelat uji, kalau sudah
dirubah menjadi smart card mudah-mudahan akan naik grafiknya,” ujarnya.
Tapi Buang mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan cara-cara untuk mempercepat
kesiapan daerah untuk menggunakan sistem BLUe ini.
Untuk daerah yang kekurangan anggaran dan memenuhi kriteria yang ditetapkan, Bappenas
akan diberikan dana alokasi khusus, sedangkan untuk yang masih ogah-ogahan akan didatangi
langsung oleh pihak Kementerian Perhubungan pusat.
Kunjungan langsung tadi dinilai efektif, karena Ia mengatakan bahwa banyak kepala daerah
yang langsung menganggarkan gedung uji terkalibrasi setelah didatangi oleh aparat dan media.
Sedangkan bagi daerah yang belum memiliki sistem informasi manajemen untuk memfasilitasi
BLUe, Buang mengatakan bahwa daerah tersebut dapat mengkloning sistem yang dimiliki
Kementerian Perhubungan pusat tanpa dipungut biaya.
“Jadi pelayanan kami saat ke daerah tidak ada biaya sama sekali, termasuk untuk akreditasi,”
ujar Buang.
Ia mengatakan demikian karena menurutnya, kepala-kepala daerah di kawasan Indonesia
bagian timur masih ragu untuk mengundang tim akreditasi akibat masalah biaya.
“Yang jelas tidak usah takut karena tiket, hotel, sampai uang harian itu kami semua yang
menanggung,” jelasnya.
Terlepas dari perihal tersebut, Buang mengatakan bahwa pihaknya masih berfokus untuk
membenahi struktur dan infrastruktur pendukung BLUe.
Karena pada akhirnya, BLUe diharapkan dapat melayani kebutuhan masyarakat lebih baik
daripada sistem yang digantikannya.
“Masa’ sudah bilang siap uji KIR dengan metode BLUe tapi gedungnya, alatnya, tenaga
pengujinya tidak memenuhi syarat?” tutur Buang.
“Tujuan akhirnya nanti kan ke masyarakat umum, jadi dari peralatannya, tenaga pengujinya,
semua harus kami benahi lebih dulu karena sebenarnya masyarakatlah penggunanya, kita yang
melayani,” pungkasnya.