GridOto.com - Survei versi Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB), tingkat kemacetan Kota Bandung lebih tinggi dibanding kota besar lainnya, seperti Jakarta dan Surabaya.
Dalam rilis survei Update of the Asian Development Outlook edisi September 2019, dari 24 kota termacet, Kota Bandung menduduki peringkat ke-14; Jakarta, 17; dan Surabaya, 20.
ADB pun menyebutkan, dari 278 kota di dunia yang diteliti, rata-rata tingkat kemacetan seluruh kota mencapai 1,24, yang artinya masyarakat memerlukan waktu 24 persen lebih banyak untuk melakukan perjalanan di jam sibuk.
Kemacetan bisa lebih parah di kota-kota besar, dengan rata-rata mencapai 1,51 untuk 24 kota terbesar dengan populasi di atas 5 juta penduduk.
Studi ini mengukur ongkos kemacetan dengan memfokuskan pada waktu yang hilang dalam perjalanan seseorang.
(Baca Juga: Kerap Bikin Macet! Satlantas Polres Bogor Punya Cara Baru Urai Kemacetan di Jalur Puncak)
Kemudian biaya operasional kendaraan dan juga tingkat polusi udara.
Informasi tambahan juga dikumpulkan melalui data perjalanan yang diproyeksikan Google Maps.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, EM Ricky Gustiadi menolak hasil survei tersebut, sebab tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Terlebih menurutnya, kota besar lainnya, seperti DI Yogyakarta memiliki tingkat pembangunan infrastuktur yang lebih masif, salah satunya proyek underpass, sehingga berdampak pula pada tingkat kemacetan di wilayah tersebut.
"Indikator mereka itu apa, biasanya kan waktu tundaan karena antrean panjang, kecepatan rata-rata waktu tempuh, efisiensi konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang polutan kendaraan bermotor berupa karbon monoksida,"
(Baca Juga: Akankah Kemacetan Jakarta Berkurang Saat Ibu Kota Negara Dipindah? Anies Angkat Bicara!)
"Nah ini indikatornya apa bisa membandingkan dengan Jakarta, saya juga bingung jadinya," ujarnya, dikutip dari TribunJabar.id, Jumat (4/10/2019).
Menurutnya, dibandingkan dengan Kota Bandung, Jakarta dinilainya sudah mapan untuk penyediaan transportasi umum (Public Transport).
Sehingga kebijakan untuk mengendalikan kendaraan pribadi sudah lebih berani.
"Jakarta sudah sedikit mapan untuk penyediaan angkutan umumnya. Infrastrukturnya sudah jelas, hirarkinya pun sudah jelas, sehingga memang performance public transportnya sudah bagus,"
"Sehingga memang untuk kebijakan mengendalikan kendaraan pribadi sudah berani, contohnya penerapan ganjil genap pada plat nomor untuk membatasi kepadatan kendaraan di ruas jalan tertentu," ucapnya.
(Baca Juga: Enggak Usah Emosi Sob, Begini Cara Santuy Hadapi Kemacetan)
Sedangkan, dari aspek kualitas, kuantitas dan performa transportasi umum di Bandung diakuinya belum sesuai standar yang memang diharapkan masyarakat.
Oleh karena itu untuk solusi secara bertahap, meski demikian pihaknya sudah memiliki rencana integrasi transportasi Bandung Raya.
"Rencana tersebut terintegrasi dengan rencana induk transportasi Jawa Barat dan Nasional,"
"Kalau sudah transportasi kita baik, peluang kita akan menuju kesana (mengendalikan kendaraan pribadi) akan semakin terbuka," ujar Ricky.
Selain itu, langkah untuk mengurai kemacetan dan mengendalikan kendaraan pribadi lainnya di Kota Bandung yang terdekat adalah meningkatkan tarif parkir, lalu penertiban parkir liar dan PKL.
"Kita juga sedang berupaya untuk berkoordinasi dengan Polrestabes Bandung untuk bersama memfloating petugas di titik-titik kemacetan," katanya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Pemkot Bandung Tidak Terima Disebut Kota Paling Macet di Indonesia, Sesuai Hasil Survei ADB