GridOto.com - Sistem power steering hidraulis menggunakan tekanan fluida yang dipompa dengan bantuan putaran mesin lewat puli.
Fluida tersebut yang membantu untuk meringankan putaran setir melalui katup-katup yang terbuka menyesuaikan input dari pengemudi.
Meski saat ini mobil modern semakin banyak menggunakan EPS (Electronic Power Steering), sistem hidraulis tentu bukan tanpa kelebihan.
Kelebihan yang utama menyoal perbaikan pada sistem power steering bila ada kerusakan.
"Kalau power steering hidraulis ada kerusakan, bisa diperbaiki atau diganti komponen yang aus saja. Kalau EPS rusak harus ganti satu mekanisme, tidak bisa diecer belinya," ungkap Adhy Santosa, punggawa Alfa Jaya Motor di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
(Baca Juga: Power Steering VW Tiguan Allspace, Menyesuaikan Kebutuhan Pengemudi)
Karena hal itu, biaya yang harus dikeluarkan pemilik mobil dengan power steering hidraulis juga jadi lebih kecil.
"Biasanya masalah yang ditemukkan di power steering hidraulis berkutat di sil, dan biayanya untuk satu set di kisaran Rp 2 juta. Sedangkan untuk EPS satu assy itu bisa sampai lebih dari Rp 15 juta," terang Adhy.
Sedangkan untuk kekurangan sistem power steering hidraulis adalah mekanismenya yang kurang praktis dan efisien.
"Contohnya dalam hal perawatan, harus ganti oli power steering setiap interval 40.000 km," ungkap pria ramah ini.
Selain itu, vane pump atau pompa power steering yang mengambil tenaga dari putaran mesin melalui puli juga turut membebani kinerja dapur pacu mobil.
(Baca Juga: Tips Power Steering, Segini Biaya Perbaikan Power Steering Elektrik)
"Karena ngambil tenaga dari mesin, beban jadi lebih besar. Paling terasa tentu saja efisiensi bahan bakarnya tidak sebaik mobil dengan EPS," tutupnya.